06 Januari 2010

Wabub Mochdar Beri Penjelasan Delapan Ranperda yang Diajukan Pemerintah

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar mewakili pemerintah menyampaikan penjelasan terkait delapan rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Ende dalam rapat paripurna. Delapan ranperda yang diajukan pemerintah masing-masing, Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD. Ranperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ende Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Ranperda tentang Perubahan atas Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah.


Ranperda tentang Perubahan atas Peratuan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Ndori di Kabupaten Ende. Ranperda tentang Pembentukan Kecamatan Lepembusu Kelisoke di Wilayah Kabupaten Ende. Ranperda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ende. Ranperda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Ende dan Ranperda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengelolaan Data dan Telematika Kabupaten Ende.


Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso didampingi Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu dan Wakil Ketua Haji M Liga Anwar dilangungkan di ruang rapat paripurna DPRD Ende, Senin (4/1). Hadir dari pemerintah Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah, Bernadus Guru, para asisten setda, staf ahli bupati, kepala dinas, badan dan kantor lingkup Pemkab Ende.

Wabub Mochdar saat menyampaikan penjelasan pemerintah atas delapan buah ranperda yang diajukan menegaskan, terkait Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD terdapat alasan mendasar yang mendorong perlunya perubahan atas perda dimaksud yakni terjadi tumpang tindih sebagaian tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa dan Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat daerah Kabupaten Ende dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Di mana fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa sesungguhnya telah terakomodir pada fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Dengan pertimbangan tersebut, lanjut Mochdar, Bagian Pemerintah Desa pada setda difusikan ke Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang diwadahi dalam satu bidang.


Terkait Ranperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Ende Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Wabub Mochdar mengatakan, perubahan tersebut dilakukan atas dua alasan yakni karena pemisahan sebagian fungsi pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika yankni fungsi penataan sistem komunikasi dan informatika, telematika dan pelayanan data, informatikan dan komunikasi sosial untuk selanjutnya diwadahi pada Kantor Pengolahan Data dan Telematika. Langkah pemisahan ini, lanjutnya ditempuh demi revitalisasi dan optimalisasi pelayanan publik di bidang perhubungan darat, laut dan perhubungan udara. Alasan kedua yakni penyesuaian nomenklatur bidang pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk mencegah tumpang tindih fungsi bidang sehingga besaran bidang pada dinas menjadi enam bidang dari tujuh bidang. Denikian pula penyesuaian nomenklatur bidang pada Dinas Kelautan dan perikanan agar korkordan dengan nomenklatur bidang pada Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi.


Dalam penjelasan Ranperda tentang Perubahan atas Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, dengan pertimbangan peinsip-prinsip pelaksanaan dan tujuan otonomi perlu peninjauan kembali perda penggabungan Badan Penelitian dan Pengembangan di mana tugas pokok dan fungsinya difusikan ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Selanjutnya dalam penjelasan Ranperda tentang Perubahan atas Peratuan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Ndori di Kabupaten Ende dijelaskan bahwa perda tentang Pembentukan Kecamatan Ndori perlu ditinjau kembali dipicu konflik dalam tubuh para pihak yang menyerahkan tanah untuk kepentingan Ibukota Kecamatan Ndori di Auja. Semula, tanah tiga hektare diserahkan Ngaga dan kawan-kawan kepada pemerintah namun kemudian pekerjaan fisik kantor camat dihalangi oleh pihak yang menyerahkan tanah. Mereka menuntut agar keluarganya diangkat menjadi PNS dan pembangunan kantor camat oleh mereka atau rekanan yang ditunjuk mereka.


Terhadap Ranperda tentang Pembentukan Kecamatan Lepembusu Kelisoke di Wilayah Kabupaten Ende, Wabub Mochdar mengatakan, proses demokratisasi pembentukannya telah dimulai sejak tahun 2005 dan cukup representatif karena didukung untuh oleh DPRD Ende yang langsung turun ke desa. Terdapat 11 desa di empat kecamatan masing-masing Detusoko (3 desa), Kelimutu (3), Kota Baru (4) dan Detukeli (1) sehingga telah memenuhi syarat fisik kewilayahan. Kesepakatan membentuk kecamatan telah memenuhi syarat teknis, fisik kewilayahan dan syarat administrasi setelah dikaji Undana Kupang.

“Dengan dibenbentuknya Kecamatan Lepembusu Kelisoke maka praktis keterisolasian wilayah pada kawasan terpencil dibuka, optimalisasi kantong-kantong produksi tertangani. Pendekatan pelayanan publik terjawab dan peranserta masyarakat dalam pembangunan semakin menuju perubahan peningkatan kesejahteraan masyarrakat di wilayah tersebut,” kata Wabub Mochdar.


Selanjutnya dalamn penjelasan Ranperda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Ende, Wabub Mochdar mengatakan, bencana tidak saja terjadi karena fenomena alam atau ulah manusia namun juga karena interaksi antara fenomena alam dan perilaku manusia. Korban jiwa, kerusakan lingkungan, infrastruktur, harta benda milik masyarakat, penderitaan dan trauma adalah contoh nyata dari dampak yang ditimbulkan bencana. Untuk itu sangatah manusiawiperlu diimplementasikan segera amanat UU Penanggulangan Bencana dan Permendagri tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah.


Terkait Ranperda tentang Pembentukan organisasi Perangkat Daerah dan Tata kerja Pelayanan perijinan Terpadu Satu Pintu, dijelaskan bahwa masyarakat umum dan kalangan dunia usaha mengeluh alau proses pelayanan perijinan oleh pemerintah terkesan berbelit, tidak tepat waktu, tidak transparan bahkan perlu biaya ekstra. “Mereka sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor lain hanya untuk satu layanan perijinan.” Kondisi ini membuat masyarakat beropini mereka dipermainkan aparat pemerintah sehingga kinerja pelayanan publik secara keseluruhan terkesan buruk. Atas fenomena ini, pemerintah memandang perlu membentuk organisasi perangkat daerah yang menangani layanan perijinan yang diwadahi dalam Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Ende.


Perda tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data dan Telematika, kata Wabub Mochdar adalah konsekwensi dari pemisahan sebagian fungsi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika khususnya fungsi komunikasi dan informatika. Pembentukan ini bertujuan menciptakan pelayanan publik yangsemakin efisien, efektif, rasional dan proporsional oleh pemerintah daerah di bidang pengolahan data dan telematika.


Fransiskus Taso usai penjelasan dari pemerintah menutup sidang dan memberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi di DPRD Ende untuk menyusun pandangan umum fraksi-fraksi yang akan disampaikan dalam rapat paripurna berikutnya.




Pemerintah Diminta Konsultasikan Kembali APBD 2010

* Dokumen Asistensi Bukan Hasil Pembahasan dengan DPRD Ende

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Anggota DPRD Ende dari Fraksi Gabungan Pemuda Kebangsaan Berdaulat, Heribertus Gani meminta kepada pemerintah daerah untuk kembali melakukan konsultasi terhadap APBD Kabupaten Ende Tahun Anggaran 2010. APBD 2010 tersebut telah ditetapkan DPRD Ende dan pemerintah pada 31 Desember yang lalu. Permintaan dilakukan asistensi ulang dokumen APBD 2010 yang telah ditetapkan karena pada saat asistensi atau konsultasi yang lalu, dokumen yang disajikan pemerintah bukan merupakan dokumen APBD hasil pembahasan dengan DPRD Ende melainkan dokumen APBD yang diajukan pertama kali oleh pemerintah.


Kepada Flores Pos di gedung Dewan, Senin (4/1), Heri Gani mengatakan, persoalan mendasar pada saat asistensi ke provinsi adalah pada perbedaan dokumen yang disajikan pada saat asistensi. Dokumen yang disajikan merupakan dokumen yang pertama kali diajukan oleh pemerintah daerah dan belum dilakukan pembahasan-pembahasan di lembaga Dewan baik di dalam forum Badan Anggaran maupun di dalam forum Gabungan Komisi. Sedangkan dokumen hasil pembahasan di lembaga Dewan tidak pernah diasistensikan dengan pemerintah provinsi.


Menurut Gani, jika pada saat asistensi tersebut dokumen hasil pembahasan di lembaga Dewan yang disodorkan oleh pemerintah, jelas akan berpengaruh terhadap opini pemerintah provinsi. Untuk itu, kata Gani, mengingat pembahasan RAPBD 2010 dilakukan tergesa-gesa sehingga seharusnya belum layak ditetapkan menjadi peraturan daerah APBD. Untuk itu kepada pemerintah, Gani menyarankan agar setelah seluruh proses selesai perlu dikonsultasikan kembali ke pemerintah provinsi. Dengan demikian, pemerintah provinsi dalam konteks pengawasan bisa memberikan opini yang sebenarnya sesuai struktur APBD yang diajukan oleh pemeritnah daerah.


Gani mengkhawatirkan catatan yang diberikan pemerintah provinsi bahwa struktur APBD tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Namun, kata Gani, hal itu merupakan cermatan pemerintah provinsi terhadap dokumen asistensi yang bukan merupakan hasil pembahasan pemerintah dengan lembaga Dewan. “Saua berkeyakinan kalau dokumen yang disajikan hasil pembahasan dengan Dewan, opini pemerintah provinsi akan berbeda,” kata Gani.


Dikataka, dari hasil pembahasan dengan Dewan ada ejumlah produk yang tidak sejalan dengan amanat peraturan perundangan. Dia mengambil contoh terdapat deviasi yang cukup besar antara program dan kegiatan yang tertuang di dalam rencana kerja pemerintah daerah maupun rencana kerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagaimana dijabarkan dalam kebijakan umum APBD dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS). Deviasi masih sangat tinggi dengan RAPBD hasil pembahasan dengan Dewan. Kondisi ini, kata dia terlihat kurang konsisten antara pemerintah daerah dengan DPRD Ende dalam mencermati aturan yang memayungi dokumen RAPBD.


Jadi, kata Gani, tidak ada alasan dilakukan penyesuaian dengan meminta saran dan pendapat pemerintah provinsi sebagai pelaksana desentralisasi atau perpanjangan pemerintah pusat di daerah dalam kaitan dnegan desentralisasi. Langkah konsultasi kembali itu perlu dilakukan, guna menghindari konsekwensi-konsekwensi hukum yang mungkin terjadi di kemudian hari terhadap penetapan APBD 2010. “Apalagi terkait dengan pergeseran dana Rp15 miliar dari belanja barang dan jasa ke belanja modal,” kata Gani.


Polemik seputar dokumen asistensi dengan pemerintah provinsi ini juga sempat mengemuka dalam rapat paripurna pada Kamis (31/12) lalu. Abdul Kadir Hasan MB dari Fraksi Kebangkitan Bangsa pada kesempatan itu mengemukakan dokumen yang diajukan untuk asistensi merupakan dokumen yang tidak dibahas di Dewan. Sesuai data awal, terdapat kesalahan pengalokasian dan terjadi perubahan pada struktur anggaran. Dalam struktur APBD dana Rp421 miliar terdapat surplus Rp2 miliar tetapi di komponen belanja langsung perlu diluruskan dari laporan Badan Anggaran, Gabungan Komisi dan pendapat akhir fraksi-fraksi.


Dikatakan, struktur anggaran boleh sama tetapi ada perbedaan dalam penempatan angka. Dana perimbangan dianggarkan Rp15 miliar dan setelah asistensi ada penambahan Rp2,816 miliar sehingga dana eprimbangan menajdi Rp18 miliar. Bantuan keuangan provinsi juga mengalami kenaikan dari Rp1,2 yang dianggarkan menjadi Rp2,172 mliar atau naik sekitar Rp800 juta lebih.


Asisten III Setda Ende, Bernadus Guru yang juga Plt Sekretaris Daerah Ende pada kesempatan itu menjelaskan, sesuai hasil asistensi dengan pemerintah provinsi, untuk Ende tidak ada masalah walau ada beberapa catatan. Provinsi mempertanyakan di komponen pendapatan asli daerah (PAD) untuk pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp13 miliar, sejumlah Rp6 miliar diminta oleh provinsi untuk dikirim pertimbangan yang rasional. Pada komponen dana perimbangan untuk bagi hasil pajak hanya ditetapkan Rp15 miliar dan dari hasil asistensi dinaikan menjadi Rp18 miliar. Komponen lain-lain PAD yang sah, pemerintah provinsi memberikan catatan adalah memasukan komponen dana hibah dimana berdasarkan penjelasan pemerintah karena telah dilakukan penandatanganan MoU maka tidak lagi dipersoalkan.


Komponen dana bagi hasil provinsi yang berubah di mana dana untuk guru kontrak provinsi, dana untuk desa dan dana untuk Bank NTT dan khusus untuk beasiswa bagi 100 anak. Komponen belanja barang, rancangan APBD senilai Rp421,537 miliar mengalami pergeseran dan diserahkan kepada bupati, pimpinan dan anggota DPRD Ende. Terdapat surplus sebesar Rp2 miliar sehingga hanya senilai Rp419 miliar lebih saja yang dibelanjakan. Pemerintah provinsi juga memberikan toleransi kepada pemerintah untuk APBD 2010. namun untuk APBD perhitungan dan perubahan diminta untuk mengikuti jadweal dari provinsi.


Setelah melalui perdebatan panjang, ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu akhirnya menjauthkan palu skorsing. Rapat kemudian baru dilanjutkan pada Kamis malam. Akhirnya kendati sempat didebatkan dan diskorsing, APBD Kabupaten Ende Tahun Anggaran 2010 akhirnya dapat ditetapkan pada Kamis (31/12) malam.




Polsek Detusoko Segera Lelang Raskin yang Ditahan

* Kasus Raskin Desa Hangalande Kecamatan Kota Baru

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Barang bukti beras untuk masyarakat miskin (raskin) yang ditahan Kepolisian Sektor (Polsek) Detusoko dalam kasus penjualan raskin Desa Hangalande Kecamatan Kota Baru dalam waktu dekat ini akan segera dilelang. Dari jumlah 107 karung, Polsek akan melelang 106 karung. Sedangkan satu karung lainnya tetap diamankan sebatgai barang bukti pada saat pelimpahan dan persidangan kasus ini.


Hal itu dikatakan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Detusoko, Iptu Willy Role kepada Flores Pos per telepon dari Detusoko, Jumad (30/12). Iptu Willy Role mengatakan, setelah melakukan koordinasi baik dengan pihak kejakasaan maupun pengadilan dan atas petunjuk terebut raskin yang ditahan bisa dilelang. Dalam pelelangan ini tidak semuanya akan dilelang. Namun dari 107 karung raskin yang ditahan akan dilelang sebanyak 106 karung. Sedangkan satu karung disisakan sebagai barang bukti dalam proses lanjut kasus tersebut. Langkah melelang raskin agar menjamin kaulitas raskin tetap baik dan tidak rusak karena terlalu lama disimpan di gudang Polsek.


Role mengatakan, dalam prses lelang ini harus mendapatkan persetujuan dari pemilik raskin atau barang bukti. Persyaratan ini yang menyebabkan hingga kini Polsek belum dapat melelang raskin tersebut. Hal itu karena pemilik raskin yang juga tersangka dalam kasus ini tidak pernah mendatangi Polsek Detusoko. Padahal, kata Role, keduanya tersangka dikenai wajib lapor terkait keberadaanya.


Dikatakan, kendati pemilik raskin sulit ditemui karena tidak wajib lapor sesuai ketentuan, polisi akan tetap berupaya agar raskin tersebut secepatnya dilelang. Langkah itu perlu segera dilakukan agar raskin tidak rusak sehingga tidak merugikan. Apalagi, kata Role, Polsek sendiri tidak memiliki gudang khusus yang layak untuk menyimpan raskin sehingga dikhawatirkan bisa rusak jika disimpan terlampau lama.


Dalam kasus penjualan raskin Desa Hangalande Kecamatan Kota Baru melibatkan dua tersangka masing-masing Kepala Desa Hangalande, Gerardus Friedrich Gani dan penadah atau pembeli raskin, Andi Suryadarma alias Leang. Role katakan, dalam penanganan kasus ini, Polsek Detusoko telah mengirim surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada kejaksaan. Saat ini, aku Role, penyidik tengah melakukan pemberkasan berita acara pemeriksaan (BAP) atas kasus tersebut. Penyidik juga telah berkoordinasi dnegan pihak kejaksaan. “Minggu pertama dalam bulan Januari 2010 sudah bisa kita serahkan ke JPU,” kata Iptu Willy Role.


Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBP Bambang Sugiarto di ruang kerjanya sebelumnya mengatakan, kasus raskin Desa Hangalande di Kecamatan Kota Baru tetap dipercayakan kepada pihak Polsek untuk menanganinya. Penyidik Polsek Detusoko juga sudah mengirim SPDP kepada kejaksaan dan mereka telah berkoordinasi dengan JPU untuk pelimpahan BAP kasus tersebut. Dia berharap, aparat Penyidik di Polsek Detusoko bisa bekerja maksimal dalam menuntaskan kasus tersebut.


Diberitakan sebelumnya, anggota DPRD Ende, Gabriel Dalla Ema meminta agar aparat penyidik Polsek Detusoko yang menangani kasus penjualan beras untuk masyarakat miskin (raskin) Desa Hangalande Kecamatan Kota Baru secepatnya menuntaskan kasus tersebut. Penyidik diminta untuk segera melimpahkan berita acara pemeriksaan (BAP) ke kejaksaan agar proses hukum kasus ini secepatnya dituntaskan. Jika terlalu lama dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan kasus ini akhirnya lenyap begitu saja.


Gaby Ema mengatakan, sudah sekian lama kasus raskin Desa Hangalande itu ditangani aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Detusoko. Namun hingga saat ini, belum juga dilimpahkan ke kejaksaan. Dia mempertanyakan sudah sejauh mana penanganan kasus ini karena selama ini Kepala Desa Hangalande Gerardus Friedrich Gani dan Andi Suryadarma alias Leang sebagai penadah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dibiarkan bebas dan dikhawatirkan dapat menimbulkan perbuatan pidana baru karena saat ini proses penyaluran raskin masih berjalan.


Untuk itu, Ema meminta penyidik Polsek Detusoko agar tidak mengulur-ulur waktu lagi dalam menangani kasus ini. Pemeriksaan para saksi dan tersangka yang telah dirampungkan agar secepatnya dibuatkan resume dan diberkaskan sehingga BAP dapat secepatnya dilimpahkan ke kejaksaan. Apalagi, kata Ema, dalam kasus ini, semua unsur baik itu barang bukti, saksi dan tersangka semuanya sudah memenuhi unsur sehingga tidak ada alasan lagi bagi penyidik Polsek Detusoko untuk mengulur pelimpahan BAP tersebut ke kejaksaan. “Polisi jangan malah mempersulit lagi kasus ini. Semua unsur sudah sangat jelas terpenuhi. Sekarang jaksa tinggal tunggu kapan penyidik limpahkan BAP ke jaksa,” kata Ema.


Dia berkeyakinan saat ini jaksa menunggu pelimpahan kasus ini ke kejaskaan. Dengan sudah terpenuhinya semua unsur ini, kata Ema tentu kejaksaan akan dengan mudah menindaklanjutinya. “Saya sangat yakin pihak kejaksaan sangat proaktif tangani kasus ini. Apalagi dalam kasus ini barang bukti, saksi dan tersangka semuanya sudah sangat jelas.”


Ema menghawatirkan, jika terlalu lama kasus ini mengendap di Polsek Detusoko justru akan mengakibatkan raskin yang ditahan dan diamankan akan rusak. Kalau rusak, kata Ema jelas raskin tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi. Padahal itu merupakan hak masyarakat yang telah disalahgunakan oleh kepala desa.




Pua Saleh Pertanyakan Keberangkatan Tiga Anggota DPRD

* Studi Banding ke Lokasi Panas Bumi Garut

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Ketua Fraksi Demokrat, Haji Pua Saleh mempertanyakan keberangkatan tiga anggota DPRD Ende ke lokasi panas bumi Garut untuk mengikuti studi banding. Tiga anggota Dewan masing-masing Philipus Kami, Damran I Baleti dan Maximus Deki merupakan tiga anggota Dewan yang selama ini begitu getol mempersoalkan rencana eksporasi dan eksploitasi panas bumi Mutubusa. Karena itu keberangkatan ketiganya apalagi dibiayai oleh pemerintah melalui Dinas Pertambangan dan Energi patut dipertanyakan. Apalagi, kata dia, informasi dari dinas menyebutkan bahwa keberangkatan mereka bukan untuk mengikuti studi banding ke Garut namun untuk menghadiri penandatanganan MoU jaminan keseriusan dari pihak investor dengan memberikan uang jaminan senilai Rp100 miliar.


Kepada Flores Pos di ruang kerja Komisi B, Rabu (30/12), Haji Pua Saleh mengatakan, keberangkatan ketiga anggota Dewan ini atas penunjukan dari pimpinan DPRD tanpa melalui mekanisme dan dinilai tidak transparan. Seharusnya, kata dia, jika ketiga anggota Dwan ii pergi mewakili lembaga Dewan maka seharusnya penunjukannya harus melalui mekanisme rapat Dewan untuk mengambil kesepakatan mengirim utusdan mengikuti kegiatan dimaksud apalagi kegiatan penandatanganan MoU jaminan keseriusan dari pihak investor.


Dikatakan, sebetulnya dia tidak keberatan atas keberangkatan ketiganya. Hanya saja tidak ada transparansi dalam penunjukan ketiganya. “Jadi pertanyaan apakah mereka mewakili lembaga atau berangkat secara indifidu atau pribadi,” kata Pua Saleh. Namun karena mereka sudah mengikuti kegiatan penandatanganan MoU tersebut maka setidaknya ketika mereka kembali nanti mereka mampu memberikan penjelasan atau sosialisasi terkait rencana eksporasi dan eksploitasi panas bumi Mutubusa kepada masyarakat. Hal yangperlu dijelaskan ketiganya, kata dia adalah menyangkut analisis dampak lingkungan (AMDAL), royalti yang diperoleh pemerintah dari kegiatan tersebut bagaimana langkah-langkah antisipasi ke depan mengingat proyek ini jangka waktunya cukup lama yakni mencapai 40 tahun.


Menurut Pua Saleh, selama ini masyarakat masih sangat awam soal kegiatan proyek panas bumi Mutubusa baik mengenai kajian AMDAL. Bahkan, kata dia, anggota DPRD Ende juga banyak yang belum memahami sejauh mana sosialisasi pemerintah daerah kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi panas bumi. Sejauh ini juga belum ada transparansi dari pemerintah terkait MoU dan kontrak kerja dengan pihak investor sehingga Dewan belum bisa menjadwalkan waktu melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pua Saleh menilai, lokasi panas bumi Mutubusa yang letaknya di ketinggian dan dibawahnya terletak pemukiman warga memang sangat riskan. “Kita khawatir kejadian di Lapindo bisa berpindah ke Mutubusa. Jelas kalau terjadi pemukiman warga yang ada di bawah dataran akan menjadi korban,” kata Pua Saleh.


Karena itu dia berharap, tiga anggota yang ditunjuk pimpinan mewakil lembaga Dewan yang dinilainya selama ini cukup ngotot menolak rencana proyek panas bumi ini mampu menterjemahkan langkah-langkah lebih lanjut setelah mereka kembali ke Ende. Jika nanti ada protes dari masyarakat yang datang ke lembaga Dewan ketiganya juga harus tampil memberikan penjelasan. “Selama ini ngotot tolak. Tapi kalau sudah jalan itu berarti sama dengan menyetujui.”


Pua Saleh juga mempertanyakan pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai segala kegiatan menyangkut rencana proyek panas bumi Mutubusa. Padahal, kata dia, seharusnya segala biaya tersebut menjadi tanggung jawab pihak investor. Namun pemerintah dalam APBD mengusulkan sejumlah anggaran dan telah ditetapkan bersama DPRD untuk membiayai segala kegiatan dimaksud dana lebih kurang Rp600 juta lebih yang telah dimanfaatkan. “Kesimpulannya terjadi saling tumpang tindih dari pos anggaran yang berbeda. Diduga, ada indikasi penggunaan dana itu fiktif,” kata Pua Saleh.


Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Ende, Barnabas L Wangge kepada Flores Pos dari Surabaya mengatakan, keberangkatan mereka ke Garut bukan untuk penandatanganan MoU jaminan keseriusan. Namun merupakan kegiatan studi banding ke lokasi panas bumi Garut untuk melihat langsung dampak dari kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi di sana. Dampaknya sangat positif baik dari sisi pendidikan, ekoniomi, pertanian dan dari sisi pariwisata.


Terkait pendanaan, Wangge membantah dengan tegas jika dalam proses ini semua pendaan menjadi tanggung jawab pihak investor. Menurut dia, seluruh pembiayaan dalam proses ini masih menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pihak investor baru membiayai semua kegiatan ketika ijin usaha pertambangan (IUP) dengan jaminan kesungguhan Rp100 miliar sudah diberikan. Jika sudah mulai dilakukan eksplorasi maka seluruh pembiayaan menjadi tanggung jawab investor. “Kita hanya bantu siapkan infrastruktur seperti jalan. Mereka (investor) juga harus siapkan jaminan sosial, pendidikan bagi masyarakat sekitar lokasi panas bumi.”


Sejauh ini, kata Wangge, IUP belum dapat dikeluarkan karena belum adanya kesepakatan harga jual per kwh antara pihak investor dengan PLN. Pihak investor menawarkan harga terlampau tinggi padahal patokan harga PLN hanya 9,7 sen per kwh sedangkan yang ditawarkan 12,5 sen per kwh. Untuk itu sedang diupayakan membuat usulan ke presiden agar poryek panas bumi Mutubusa masuk dalam perencanaan pengembangan kawasan timur Indonesia agar selisih harga bisa ditanggulangi oleh pemerintah dari APBN.


Anggota DPRD Ende, Philipus Kami yang dihubungi melalui telepon selularnya pada Rabu mengakui dia baru kembali dari Garut dan telah tiba di Kupang. Selanjutnya akan berangkat menuju Ende. Terkait keberangkatannya bersama dua anggota Dewan lainnya, Kami mengakui merupakan perjalanan dinas yang dibiayai oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi. Namun Kami membantah jika keberangkatan mereka itu untuk menghadiri penandatanganan MoU jaminan keseriusan. Akan tetapi, kata Kami, keberangkatan mereka bersama Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar, Kadis Pertambangan dan Energi, Barnabas L Wangge, sejumlah warga dari Komunitas Sokoria, dan staf kecamatan adalah kegiatan semacam studi banding ke lokasi panas bumi Garut.


Kehadiran mereka di Garut untuk melihat dari dekat keberadaan panas bumi Garut baik dari sisi pengaruh ekonomi, pengaruh atau dampak terhadap lingkungan dan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum turun ke lokasi panas bumi Garut, kata Kami, mereka terlebih dahulu mengikuti penjelasan teknis dari pihak pengelola panas bumi Garut. Dalam penjelasan teknis dari pihak pengelola terkait dengan kekhawatirannya akan adanya zat berbahaya yang dapat membahayakan masyarakat dijelaskan bahwa zat itu memang ada. Hanya saja dalam pelaksanaannya ada upaya khusus yang dilakukan untuk membuang zat tersebut ke udara sehingga tidak membahayakan masyarakat.


Setelah mendengar penjelasan teknis, selanjutnya mereka ke lokasi panas bumi. Dari hasil pemantauan di lapangan, kata Kami, ada banyak hal yang selama ini dikhawatirkan ternyata tidak terjadi di lokasi panas bumi. Dia mengambil contoh, kondisi lingkungan yang dikhawatirkan ketika dieksplorasi dan dieksploitasi akan merusak lingkungan ternyata kondisi di lokasi panas bumi Garut sangat bertolak belakang. Tanaman bisa hidup dengan subur di lokasi panas bumi Garut. Selain itu, keberadaan panas bumi Garut juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitar yang mulai membaik seiring dengan pengoperasian panas bumi Garut.