13 Juni 2010

Kapolres Sugiarto, Saya Bahkan Jadi “Bodoh” Tangani Kasus PDAM

* Kajari Ende, Sudah Gelar Koordiasi Bersama di Kejati

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ende, AKBP Bambang Sugiarto mengaku merasa menjadi “bodoh” menangani kasus dugaan korupsi dalam pembelian mesin pompa air di PDAM Ende. Dia membantah tudingan jika dalam penanganan kasus tersebut dia telah membodohi dan membohongi masyarakat.


Hal itu diungkapkan Kapolres Bambang Sugiarto di hadapan peserta seminar sehari yang digelar GMPI di aula gedung Paroki Onekore, Sabtu (8/5) lalu. Menurut Kapolres Sugiarto pihaknya sama sekali tidak membohongi apalagi membodohi masyarakati. “Saya bahkan jadi bodoh tangani kasus PDAM,” kata Kapolres Sugiarto kala itu. Hal itu karena berlarut-larutnya penanganan kasus ini di mana masih bolak-baliknya berkas dari polisi ke jaksa.


Dalam penanganan kasus dugaan korupsi di PDAM, lanjut Sugiarto, pihaknya telah berupaya maksimal. Namun ada kendala yakni soal adanya dua keterangan saksi ahli dari BPKP yang berbeda. Saksi ahli yang pertama menyatakan bahwa karena pembayaran dilakukan dengan cara mencicil sehingga kerugian negara tidak dapat dihitung. Sementara keternagan saksi ahli yang kedua menyatakan ada kerugian negara. Kondisi ini menyebabkan kasus PDAM belum bnisa dituntaskan. Penyidik, lanjutnya telah menyurati BPKP untuk mempertegas keterangan mana yang dipakai.


“Dua kali kami surati BPKP tapi tidak ada jawaban,” kata Sugiarto. Namun setelah dilakukan koordinasi, BPKP akhirnya menyatakan bahwa keterangan saksi ahli yang kedua yang dipakai.


Menurutnya, selama ini kendala menyangkut keterangan saksi ahli tentang adanya kerugian negara terkadang menjadi kendala. Kendati ada unsur melanggar hukum lainnya sudah terpenuhi namun jika saksi ahli menyatakan kerugian negara tidak dapat dihitung atau tidak ada kerugian negara maka akan menjadi kendala. Hal-hal seperti ini, menurut Sugiarto yang selama ini kurang dipahami masyarakat.


Dia mengatakan, jika polisi memiliki kewenangan melakukan penyidikan, penuntutan dan bisa memutuskan maka kasus korupsi bisa dituntaskan oleh polisi. Hanya saja, dalam penanganan kasus-kasus korupsi adanya criminal justice sistem (CJS) di mana mengatur adanya penyidik Polri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hakim yang menyidangkan. Dalam penanganan kasus korupsi diakui memang berbeda dengan pidana umum lainnya. Kasus korupsi membutuhkan pembuktian yang terkadang sulit dilakukan. Kondisi ini, lanjutnya cukup berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa melakukan penyidikan, penuntutan dan mengadili sendiri kasus korupsi. “Kalau polisi bisa lidik, tuntut dan adili sendiri tentu kasus korupsi bisa dituntaskan polisi,” kata Kapolres Sugiarto.


Kepala Kejaksaan Negeri Ende, Marihot Silalahi pada kesempatan itu mengatakan, terkait penanganan kasus kosupsi di PDAM Ende, penyidik dan jaksa sudah melakukan gelar perkara di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT di Kupang beberapa waktu yang lalu. Dalam koordinasi tersebut diupayakan agar mempunyai persepsi yang sama dalam penanganan kasus PDAM. Hal itu perlu agar mensukseskan pada saat penuntutan agar tersangka tidak lepas begitu saja saat persidangan nanti. Jaksa, lanjutnya sangat hati-hati dalam menyusun tuntutan dan butuh pembuktian berdasarkan bukti-bukti tindak pidana karena jika sampai di persidangan para tersangka bebas jaksa yang menagani kasus bisa diperiksa.


Dikatakan, selama ini, penyidikan kasus PDAM dan kasus alat uji ditangani oleh polisi namun setiap kali ada demo, selalu kejaksaan yang didemo. Kepada para pendemo, lanjutnya, dia selalu meminta agar membantu kerja-kerja kejaksaan dengan memberikan data-data dugaan korupsi. Menurutnya, penuntasan kasus korupsi butuh kerja sama semua pihak sehingga dia meminta dukungan masyarakat kepada kejaksaan agar mampu menuntaskan kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Ende.

Tidak ada komentar: