13 Juni 2010

Berorientasi pada Nilai-Nilai Materil, Penyebab Terjadinya Korupsi

* Butuh Kerja Sama Berantas Korupsi

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Korupsi yang telah menjadi penyakit sosial dan saat ini sudah menggerogoti mulai dari psat pemerintahan sampai ke desa bahkan RT/RW disebabkan karena manusia lebih berorientasi pada nilai-nilai materil nominal dan meninggalkan nilai-nilai moral spiritual dan moral batiniah. Kecenderungan pada kepentingan materil membuat manusia bisa dengan lapang melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan yang disebut hawa nafsu akan uang. Dalam upaya mengumpulkan banyak uang, segala cara dilakukan dan secara politik dikatakan menggunakan politik machiavelli yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.


Hal ini ditegaskan Romo Domi Nong, Pr, saat tampil sebagai salah satu pembicara dalam seminar yang diselenggarakan Koordinator Cabang Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) Cabang Ende di aula Onekore, Sabtu (8/5). Seminar menampilkan empat pembicara masing-masing, Romo Domi Nong, Pr, Titus M Tibo, mewakili masyarakat, Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBP Bambang Sugiarto dan Kepala Kejaksaan Negeri Ende,. Marihot Silalahi. Sementara Frans Obon, Redaktur Pelaksana HU Flores Pos bertindak sebagai moderator dalam seminar sehari bertajuk meneropong korupsi di Kabupaten Ende, antara permasalahan dan upaya penyelesaiannya.


Lebih lanjut Romo Domi Nong mengatakan, berbicara soal korupsi patut dipertanyakan mengapa bisa terjadi. Korupsi dilihat dari sisi moral publik, soal sosial. Persoalan moral adalah persoalan kesadaran dan tanggung jawab yang lahir dari hati nurani yang bersih terhadap kepentingan bersama untuk kesejahteraan bersama yang menjadi tujuan bersama kehidupan bermasyarakat atau bonum comune. Terjadinya korupsi karena tidak adanya kesadaran dan tanggung jawab moral yang murni dan bersih terhadap kepentingan dan kesejahteraan bersama masyarakat. Korupsi juga terjadi karena orientasi manusia terhadap nilai. Korupsi terjadi karena manusia lebih berorientasi pada nilai-nilai materil nominal daripada nilai-nilai moral spiritual dan moral batiniah.


Kecenderungan pada kepentingan materil membuat manusia bisa dengan lapang melakukan tindakan untuk mewujudkan keinginan yang disebut hawa nafsu akan uang. Sebenarnya, manusia tidak sepenuhnya dikuasai hal ini tetapi oleh nilai spiritual sebagai kekuatan dalam menjiwai nilai-nilai materil nominal dan dalam melakukan tindakan-tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral.


“Korupsi terjadi karena prinsip-prinsip moral diabaikan. Paling utama adalah melakukan apa yang baik dan mengelakan apa yang jahat. Manusia harus berpegang pada prinsip-prinsip ini,” kata Romo Domi.


Menurut Romo Domi, jika semua manusia terutama yang bertanggung jawab terhadap kepentingan publik berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral maka korupsi tidak bakal terjadi.


Diakuinya, korupsi juga terjadi karena adanya sikap kompromistis oportunistis. Lompromi terkadang dianggap baik padahal makna kompromi adalah menekan bersama-sama atau saling menekan dan tindakan ini tidak bagus karena mengurangi kebebasan kehendak/nurani guna mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok dan merugikan kepentingan banyak orang.


“Bangsa ini lebih suka pada sikap komprimistis oportunistis dan itu dilakukan pada saat berada dalam ketidakpastian.”


Berbicara secara khusus untuk Kabupaten Ende, Romo Domi menegaskan, korupsi di Ende akhir-akhir ini semakin mencuat. Kondisi itu terjadi karena politik dikelola secara tertutup. “Mantan bupati Domi saat ditahan dan diproses hukum katakan nanti akan buka-bukaan karena selama ini tutup-tutupan,” kata Romo Domi. Politikyang tertutup, lanjutnya orang akan gampang melakukan kompromi dan menyalahgunakan kewenangan dan melakukan tindakan korupsi. Dalam politik tertutup, orang gampang saling melindungi agar orang tidak tahu. Di Kabupaten Ende gampang terjadi korupsi karena birokrasi Kabupaten Ende secara dominan dikelola dengan sistem feodalisme dan dikelola dengan gaya neo feodalisme.


Titus Tibo dalam peran masyarakat memberantas korupsi mengatakan, di Indonesia selama ini banyak dikenal dengan amplop, segala urusan jika dengan amplop akan menjadi lancar. Indonesia juga dikenal sebagai negara agama namun korupsi tumbuh demikian suburnya. Kondisi ini disebabkan karena lemahnya dalam penerapan dan pengamalan moralitas. Selain itu korupsi juga terjadi karena lemahnya penegajan hukum serta substansi hukum di mana peraturan yang tumpang tindih di mana satu peraturan melarang namun dalam peraturan yang lain memberikan ruang.


Korupsi juga terjadi karena budaya di mana segala urusan bisa berjalan lancar dengan cara-cara yang tidak bermartabat. Lemahnya pengawasan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi. Pengawasan baik secara internal oleh Banwas, Inspektorat dan eksternal oleh BPK, penyidik baik polisi dan kejaksaan. Pengawasan masyarakat sejalan dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang korupsi mengatur pengawasan masyarakat baik perorangan maupun organisasi dalam mencegah tindakan korupsi. Masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab dalam pengawasan. Hak masyarakat untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi telah terjadinya tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum baik polisi, jaksa maupun KPK.


Dalam menyampaikan informasi, masyarakat dituntut untuk menyampaikannya secara bertanggung jawab sesuai UU yang berlaku dan sesuai dengan norma-norma agama dan kesopanan. Dalam memberikan laporan harus dilakukan secara tertulis dilengkapi data dan bukti-bukti permulaan. Informasi dari amsyarakat tersebut nantinya diklarifikasi dengan melakukan gelar perkara oleh penegak hukum.


Dalam melakukan pengawasan, kata Tibo, masyarakat sebaiknya dilakukan dalam bentuk kelompok. Masyarakat diimbau untuk membentuk organisasi untuk melakukan pengawasan. Menurutnya, di Kabupaten Ende sejauh ini belum ada organisasi yang intens dan memberikan perhatian khusus terhadap persoalan-persoalan korupsi. Untuk itu, agar pengawasan terhadap pemberantasan korupsi dapat berjalan maksimal baiknya dilakukan dengan membentuk organisasi.


Kapolres Ende, Bambang Sugiarto mengatakan, korupsi di tanah air meningkat dari tahun ke tahun baik kasus maupun besaran kerugian negara. Korupsi menjadi kejahatan yang luar biasa dan menempatkan Indonesia berada di urutan pertama negara terkorup di Asia Tenggara. Dalam rangka pemberantasan korupsi, lanjut Sugiarto harus ada komitmen bersama dari semua pihak baik masyarakat, aparat penegak hukum maupun pemerintah. Dalam pemberantasan korupsi juga tidak boleh tebang pilih dan untuk upaya balas dendam.


“Kalau korupsi memang kejahatan, mari kita berantas bersama-sama,” kata Sugiarto.


Dalam upaya penanganan kasus korupsi, katanya, memang tidak sama dengan kasus pidana lainnya. Terkadang, penyidik mengalami kesulitan terkait dengan kerugian negara yang harus didukung dengan keterangan saksi ahli dari BPKP. Kondisi ini mengakibatkan lambannya penuntasan kasus kendati unsur-unsur melawan hukum lainnya sudah terpenuhi. Kendala adanya criminal justice sistem di mana harus melalui penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan sehingga butuh proses. Lain halnya dengan KPK yang dapat menyidik, menuntut dan mengadili sendiri kasus korupsi. “Kalau polisi bisa sidik, tuntut dan putuskan sendiri tentu korupsi bisa dituntaskan polisi,” katanya. Kesulitan-kesulitan penyidik dalam pembuktian ini yang terkadang sulit dipahami oleh masyarakat.


Kajari Ende, Marihot Silalahi mengatakan, kendala utama penanganan kasus-kasus korupsi di Ende adalah sumber daya manusia di kejaksaan baik secara kuantitas maupun kualitas. Di Kejari Ende hanya memiliki enam jaksa dan rata-rata baru selesai pendidikan sehingga mereka selain bertugas juga sedang belajar. Kondisi ini mengakibatkan pihaknya sulit mencari info dan data-data dugaan korupsi di Ende. Menurutnya, kejaksaan bukannya tidak bekerja namun dengan jumlah jaksa yang terbatas penanganan kasus-kasus korupsi menjadi lambat. Untuk itu dia meminta kerja sama dan dukungan bagi kejaksaan dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi yang ada di Ende tanpa memandang rezim manapun.


Menjawab pertanyaan sejumlah peserta terkait adanya tebang pilih dalam penahanan para tersangka korupsi, Kajari Silalahi mengatakan, ada tersangka yang dalam proses penyelidikan telah mengembalikan uang tetap diproses tetapi bisa tidak ditahan. Namun jika pengembalian dananya dilakukan dalam proses penyelidikan maka diproses dan ditahan.


Sementara Kapolres Ende menjawab Heribertus Gani terkait dugaan adanya makelar kasus (markus) di tubuh aparat penegak hukum mengatakan, sejauh ini tidak ada markus di Polres Ende. Mengatasi kondisi ini dia selalu meningkatkan pengawasan terhadap kerja polisi. Dia meminta masyarakat untuk memberikan informasi jika ada oknum anggota penyidik yang praktik markus. Jika ada laporan adanya oknum penyidik yang berpraktik markus akan ditindak tegas.

Tidak ada komentar: