28 Oktober 2009

Ditunda, Pelimpahan BAP Kasus Dugaan Korupsi di PDAM

* Tim Jaksa Penuntut Umum Masih di Luar Daerah

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Setelah melengkapi sejumlah petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat mengembalikan berkas perkara dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM, polisi telah melakukan koordinasi dengan pihak JPU untuk melimpahkan kembali berkas ke kejaksaan. Namun karena tim JPU belum siap untuk meneliti berkas yang dilimpahkan polisi maka pelimpahan BAP tersebut ditangguhkan. Alasan penangguhan pelimpahan BAP karena tim JPU ada yang masih berada di luar daerah dan belum kembali ke Ende. Pelimpahan BAP baru dilakukan kembali pada 6 Nopember mendatang.

Hal itu dikatakan Kepala Kepolisian Resor Ende, AKBP Bambang Sugiarto di ruang kerjanya, Selasa (27/10). Kapolres Sugiarto mengatakan, sejumlah petunjuk yang diberikan oleh jaksa sudah dipenuhi penyidik. Petunjuk yang diberikan seperti meminta dilakukan konfrontir terhadap para tersangka masing-masing Mohamad Kasim Djou, Samuel Matutina dan Yasinta Asa telah dilakukan. Ketiga tersangka sudah dipanggil dan dikonfrontir. Dalam konfrontir tersebut dilakukan untuk mengetahui peran ketiga tersangka pelaku mulai dari proses perencanaan, pembentukan panitia hingga pada pembelian mesin pompa air.

Selain melakukan konfrontir terhadap ketiga tersangka, lanjut Sugiarto, penyidik juga sudah memeriksa kembali dua orang bendahara masing-masing Aplonia dan Marni Muksin. Penyidik juga sudah melengkapi bukti-bukti pemeriksaan yang diminta dari BPKP sesuai petunjuk jaksa. Namun bukti yang sudah diterima itu dalam bentuk kopian. “Jangan sampai setelah kita dapat kopiannya besok-besok malah dikasih petunjuk harus minta yang asli. Itu yang kita khawatirkan.”

Petunjuk lain yang juga telah dipenuhi penyidik, kata dia adalah permintaan jaksa penuntut umum agar penyidik mendapatkan kuitansi pengambilan uang senilai Rp23,2 juta dari BRI Unit Detusoko yang dananya diambil untuk pembayaran cicilan pembelian mesin pompa air. Bukti penarikan dana itu, kata Sugiarto sudah dicek dan sesuai penjelasan sudah termasuk dalam voucher Rp41,7 juta sehingga jika jaksa meminta kuitansi maka kuitansinya tidak ada. Namun, penyidik sudah mengkopi bukti penarikan dana tersebut dari BRI Unit Detusoko dan sudah ada pada penyidik.

Setelah melengkapi semua petunjuk jaksa, penyidik hendak melimpahkan berkas ke kejaksaan. Namun dalam koordinasi dengan pihak kejaksaan mereka meminta agar BAP tidak perlu dijilid terlebih dahulu. Hal itu untuk mengantisipasi pengembalian berkas oleh kejaksaan untuk dilengkapi lagi. Untuk itu, berkas baru dijilid setelah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.

Namun, Sugiarto, saat penyidik hendak melimpahkan BAP ke kejaksaan, dalam koordinasi dengan pihak kejaksaan mereka meminta agar pelimpahan BAP ditangguhkan terlebih dahulu. Hal itu karena tim JPU belum siap untuk meneliti BAP karena pada saat ini ada sejumlah jaksa yang masuk dalam tim untuk menangani kasus dugaan korupsi pembelian mesin di PDAM Ende masih berada di luar daerah. “Mereka minta agar kita tangguhkan dulu karena banyak jaksa ke luar daerah. Nanti tanggal 6 Nopember baru kita limpahkan.”

Ditanya terkait bantahan Fabianus Sonda, penasehat hukum dari Mohamad Kasim Djou dan Samuel Matutina, terkait tidak dikonfrontirnya para tersangka pada saat pemeriksaan dan belum dibubuhkannya tandatangan atau paraf oleh penasehat hukum, Kapolres Sugiarto mengatakan, dalam pemeriksaan kemarin para tersangka dikonfrontir. Mereka semua dipertemukan. Dia membantah jika dikatakan para tersangka tidak dipertemukan dalam pemeriksaan kemarin. Sedangkan terkait belum membubuhkan tandatangan atau paraf pada BAP, Sugiarto mengatakan paraf sudah dibubuhkan oleh penasehat hukum Yasinta Asa. Namun, penasehat hukum hanya mau membubuhkan paraf pada berkas pemeriksaan yang baru dilakukan. Sedangkan berkas pemeriksaan yang sebelumnya penasehat hukum tidak mau membubuhkan paraf.

Kapolres Sugiarto mengakui, penanganan kasus dugaan korupsi dalam pembelian mesin pompa air di PDAM Ende ini sudah menyita banyak waktu, tenaga dan bahkan biaya. Untuk itu dia berharap, kerja keras penyidik dan pelimpahan kali ini dapat diterima tim JPU dan tidak ada lagi petunjuk yang diberikan. “Kalau penuntut umum berpendapat belum lengkap terus, kapan baru berpendapat lengkap?” tanyanya. Dikatakan, jika tidak ada keberanian untuk majukan kasus ini untuk diproses lebih lanjut maka kasus-kasus korupsi yang lain akan sulit untuk ditangani.

Fabianus Sonda, penasehat hukum dari Mohamad Kasim Djou dan Samuel Matutina mengatakan, dalam surat panggilan melalui penasehat hukum dikatakan untuk konfrontir. Namun kenyataan, kata Sonda, dalam proses pemeriksaan itu tidak dilakukan konfrontir terhadap para tersangka. “Saya sempat tanya kepada penyidik, apa ini konfrontir atau pemeriksaan tambahan namun tidak dijawab.” Menurut Sonda, selama pemeriksaan berlangsung tidak pernah dilakukan konfrontir antara tersangka yang satu degan tersangka yang lain.

Sementara terkait pernyataan Kapolres Sugiarto yang menyatakan bahwa penasehat hukum sudah membubuhkan paraf pada berita acara pemeriksaan dibantah dengan tegas oleh Sonda. Menurutnya, setelah selesai pemeriksaan dia tidak pernah membubuhkan paraf pada berita acara pemeriksaan. Yang membubuhkan paraf pada waktu itu, kata Sonda hanya oleh para tersangka. dia bersikukuh tidak mau membubuhkan paraf atau tandatangan pada BAP karena tidak diatur di dalam KUHAP. Dia menilai pernyataan Kapolres bahwa penasehat hukum sudah membubuhkan paraf merupakan pembohongan terhadap publik seakan-akan semua petunjuk jaksa sudah dipenuhi semuanya. “Ibarat lempar batu sembunyi tangan yang pada akhirnya jaksa nanti yang disoroti oleh masyarakat.”




Kesulitan Periksa Saksi, Polsek Detusoko Belum Tetapkan Tersangka

* Kasus Penjualan Raskin di Desa Hangalande

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Aparat penyidik Kepolisian Sektor (Polsek) Detusoko hingga saat ini belum mampu menetapkan tersangka pelaku dalam kasus penjualan raskin di Desa Hangalande yang ditangkap dan diamankan beberapa waktu lalu. Belum ditetapkannya tersangka karena polisi mengalami kesulitan memeriksa sejumlah saksi yang membantu dalam proses pengangkutan raskin. Polisi baru menetapkan tersangka pelaku setelah semua saksi diperiksa.

Hal itu dikatakan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Detusoko, Iptu Willy Relo melalui Kepala Unit Reskrim, Bripka Berto Tia kepada Flores Pos per telepon dari Detusoko, Senin (26/10). Dikatakan, polisi saat ini masih terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terutama saksi-saksi yang terlibat dalam proses pengangkutan raskin saat hendak dimuat ke Ende. Para saksi yang berjumlah enam orang itu keberadaan mereka juga terpencar sehingga sulit dicari sehingga membutuhkan waktu untuk mencari mereka. “Ini yang jadi hambatan kita dalam periksa saki-saksi.”

Dikatakan, penadah Andi Suryadarma alias Leang juga sudah dimintai keterangannya. Berdasarkan pemeriksaan awal itu, Andi alias Leang meminta agar pemeriksaannya ditunda terlebih dahulu karena dia mau diperiksa didampingi penasehat hukumnya. “Karena dia minta periksa didampingi pengacara jadi kita tunda dulu. Nanti sudah ada pengacara baru kita kembali periksa.”

Berto mengatakan, setelah selesai merampungkan pemeriksaan saksi-saki dan keterangannya sudah cukup untuk menetapkan tersangka baru dilakukan penetapan tersangka. Pada prinsipnya, kata Berto, polisi akan komit dalam memproses kasus ini hingga tuntas.

Terkait sorotan anggota DPRD Ende, Arminus Wuni Wasa dari Partai Demokrat yang menilai polisi lamban dalam menetapkan tersangka padahal kasus tersebut adalah kasus tangkap tangan, Berto katakan, penilaian seperti itu sah-sah saja. Dia menilai pernyataan seperti itu justru menjadi daya dorong dan pemacu dalam memproses kasus tersebut. Pada prinsipnya, dalam memproses kasus ini, polisi tetap transparan dan siap dikontrol dan dipantau oleh siapapun.

Diberitakan sebelumnya, anggota DPRD Ende, Arminus Wuni Wasa dari Partai Demokratmengatakan penjual dan penadah atau pembeli raskin harus ditindak tegas sehingga menjadi pembelajaran bagi desa-desa lain di Kabupaten Ende. Dia juga menduga, dengan modus penjualan dan pengangkutan raskin yang sudah begitu rapi, kasus seperti itu bukan baru pertama kali terjadi namun sudah sering kali dilakukan.

Wasa mengatakan, penjualan raskin yang dilakukan Kepala Desa Hangalande, Geradus Friedrich Gani jelas merupakan perbuatan yang jelas-jelas salah apapun alasan yang dikemukakan. Menurut Armin, kesepakatan menjual raskin untuk membangun kantor desa sangat tidak beralasan. “Dana ADD sudah ada untuk bangun kantor desa kenapa harus jual raskin lagi untuk bangun kantor desa?” tanya Armin.

Untuk itu, lanjut Armin, aparat penegak hukum harus tegas dalam menindaklanjuti kasus ini. Para pelaku yang terlibat dalam sindikat penjualan raskin baik itu sebagai penjual maupun sebagai pembeli atau penadah harus ditindak tegas. Apalagi, kata dia, penadah ini bukan baru kali ini melakukan pembelian raskin. Dulu, lanjut Armin, penadah atau pembeli ini juga pernah ditangkap. Bahkan dulu, pembelian raskin menggunakan mobil boks sehingga tidak terlalu mencolok karena dikira memuat barang jualan.

Armin mengatakan, melihat dari proses pembelian hingga proses pemuatan di mana raskin sudah dipindahkan dari kemasan 15 kilogram yang pada karungnya bertuliskan beras dolog ke kemasan 50 kilogram dengan cap mangga manis merupakan perbuatan orang-orang yang sudah sangat mahir dalam aksi-aksi seperti itu. “Jadi pertanyaan. Kalau penjualan raskin atas kesepakatan, kenapa harus ganti karung? Itukan upaya untuk sembunyi agar masyarakat tidak tahu. Coba sekarang kita turun cek ke masyarakat pasti masyarakat mengaku tidak tahu apa-apa. Ini ada unsur kesengajaan.” Dia meminta pemerintah harus turun melakukan pengecekan di masyarakat apakah mereka ikut memberikan kesepakatan untuk menjual raskin ataukan kesepakatan itu hanya karangan kepala desa semata.

Terhadap lambannya penetapan tersangka dalam kasus ini, Arminus mengatakan, kondisi seperti itu sangat aneh. Seharusnya kasus tangkap tangan seperti itu justru lebih memudahkan polisi dalam menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun hingga menjelang satu minggu ini polisi belum mampu menetapkan tersangka merupakan suatu pekerjaan yang sangat lamban. “Ini kita patut pertanyakan. Masa tangkap tangan belum ada satupun yang jadi tersangka. Ada apa ini? Kita minta polisi tidak main-main tangani kasus ini.” Jika polisi di Polsek Detusoko merasa sulit menetapkan tersangka dan merasa sulit dalam menangani kasus ini sebaiknya segera meminta bantuan penyidik dari Polres Ende. Hal seperti itu sudah biasa di mana penyidik Polres membantu penanganan kasus-kasus yang sulit ditangani di Polsek.




Dipertanyakan Penambahan Item Pekerjaan PNPM-MP di Desa Wonda

* Proses Pelelangan Dinilai Syarat Nepotisme

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Penambahan item pekerjaan berupa pengadaan mebeler dalam kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) di Desa Wonda Kecamatan Ndori dinilai tidak melalui prodesur. Padahal dalam rapat di tingkat desa, hanya disepakati dua item pekerjaan yakni pembangunan rabat beton jalan Hepudhuke-Wolomari sepanjang 400 meter dan item pekerjaan pembangunan pagar sekolah. Dua item kegiatan sudah dikukuhkan dengan dengan keputusan desa.

Hal itu dikatakan Tokoh Masyarakat Desa Wonda, Kecamatan Ndori, YN Venny Sanggu kepada Flores Pos di Ende, Senin 926/10). Sanggu mengatakan, dari kesepakatan desa dan berdasarkan hasil perengkingan dilaksanakan dua item pekerjaan yakni pembangunan rabat beton jalan dan pembangunan pagar sekolah, ternyata dalam perjalanan muncul item pekerjaan baru berupa pengadaan mebeler yang tidak disepakati. “Ini yang dipertanyakan masyarakat Desa Wonda dari mana usulan itu karena bisa muncul di kecamatan.”

Mengingat prosesnya tidak prosedural, kata Sanggu, pada saat proses pelelangan pengadan mebeler, hal itu kembali dipertanyakan. Ternyata dijelaskan bahwa usulan itu datang dari salah seorang guru di SDI Wonda II. Kendati proyek sudah dijalankan tetapi masyarakat tetap tidak setuju karena tidak melalui prosedur. Pada saat dilakukan anwizing, hal itu kembali dipertanyakan, namun oleh Fasilitator Kecamatan (FK) diminta untuk menunggu. Pada saat itu, ditegaskan agar jika jawaban dari FK agar nanti dulu kaka proses lelang jangan dulu dilanjutkan sambil menunggu jawaban pasti dari FK.

Namun, lanjut Sanggu, proses tetap dilanjutkan sehingga pada tanggal 5 Oktober proses lelang dilakukan. “saat itu mereka percayakan saya untuk cari spulayer semen dan besi tapi saya tolak. Akhirnbya dimenangkan oleh suplayer yang didatangkan oleh ketua BPD.” Item pekerjaan pengadaan mebeler yang dipersoalkan juga tetap dilaksanakan dan dalam proses pelelangan dimenangkan oleh istri dari ketua PJOK. Setelah dilakukan seluruh prosesnya akhirnya kegiatan mulai dilaksanakan dan saat ini telah memasuki tahap pendropingan material.

Yang membuat masyarakat semakin kesal, kata Sanggu, pengadaan bahan lokal berupa pasir dan batu yang semula berdasarkan kesepakatan disiapkan oleh masyarakat ternyata dalam pelaksanaan pengadaannya diberikan kepada suplayer. Padahal, masyarakat mampu untuk mengadakan pasir dan batu. “Kalau begini, di mana letak pemberdayaan masyarakatnya?” tanya Sanggu.

Terhadap persoalan ini, kata dia, telah berupaya menyampaikannya kepada camat. Bahkan sudah empat kali persoalan itu disampaikan ke camat. Selain camat, dia juga sudah melaporkan ke Asisten I, Hendrik Seni. Dikatakan, dengan munculnya persoalan-persoalan seperti itu hendaknya pelaksanaan PNPM-MP di Desa Wonda perlu ditinjau kembali karena ditengarai ada sejumlah persoalan yang perlu ditindaklanjuti. Selain itu, kepengurusan TKP dan FK perlu dicopot dari jabatannya karena dinilai sudah bekerja diluar aturan.

Fasilitator Kecamatan Ndori, Ruben Oktavianus saat di telepon Flores Pos mengatakan, pelaksanaan PNPM-MP di Wonda tidak ada persoalan. Pengadaan mebeler yang dinilai tidak prosedural karena tidak melalui proses rapat seharusnya disyukuri oleh masyarakat. Penambahan item pekerjaan itu karena berdasarkan hasil survei sangat dibutuhkan karena di sekolah masih mengalami kekurangan mebeler. “Buku-buku di sekolah berserakan jadi kita tambahkan pengadaan mebeler.” Namun, kata dia, jika mereka mempersoalkan pengadaan mebeler seharusnya dipersoalkan juga item pekerjaan tembok pengaman yang juga tidak melalui proses rapat. Namun, kata dia, penambahan item pekerjaan itu karena berdasarkan hasil survei item pekerjaan tersebut sangat dibutuhkan masyarakat sehingga ditambahkan.

“Harusnya mereka bersyukur kita bikin baik sekolah agar murid-murid datang sekolah ada fasilitas memadai. Kalau mereka tetap mempersolkan minta cabut juga dengan (item pekerjaan) tembok pengaman.” Diakui, dalam membuat desain, dibuat berdasarkan kebutuhan di lapangan. Jika dana mencukupi maka dapat dipenuhi semuanya. Namun jika dana tidak mencukupi maka didahulukan pekerjaan –pekerjaan yang menajdi prioritas yang telah dilakukan perengkingan terlebih dahulu.

Terkait suplayer yang dipersoalkan, kata Ruben berdasarkan ketentuan pengadan material dengan anggaran di atas Rp15 juta maka harus ditenderkan dan menggunakan suplayer. Dalam pengadaan batu dan pasir pagunya di atas Rp15 juta maka harus diadakan oleh suplayer. “Jadi kita tidak menyalahi ketentuan. Kalau kita karang-karang nanti Ndori tidak dapat lagi tahun depan.” Sedangkan soal pelelangan yang dimenangkan oleh istri ketua PJOK, Ruben katakan, proses pelelangan menggunakan lelang terbuka. Dengan demikian, semua orang berhak mengikuti dan penawaran terendah yang ditunjuk sebagai pemenang. Kelebihan dana dari proses tender akan dibahas dalam rapat untuk menentukan penggunaan dana tersebut. Hal itu karena dalam proses ini, kelebihan dana tidak dikembalikan ke kas negara/daerah tetapi dimanfaatkan kembali oleh desa misalnya dengan menambah volume pekerjaan. “Ini aturannya begitu. Kita jalan sesuai aturan. Tidak ada persoalan di Desa Wonda.”




26 Oktober 2009

Pembentukan Alat Kelengkapan Dewan Diwarnai Interupsi

* Penetapan Pimpinan Dewan Dinilai Salah

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Pembentukan alat kelengkapan DPRD Ende seperti komisi-komisi, Badan Musyawarah, Badan Anggaran, Badan Legislasi dan Badan Kehormatan diwarnai interupsi. Bahkan rapat pembentukan alat kelengkapan Dewan ini nyaris berubah menjadi debat kusir antara pimpinan Dewan dengan salah satu anggota Dewan Abdul kadir Hasan. Keduanyapun saling beradu argumen terkait penetapan pimpinan definitif DPRD Ende yang telah diparipurnakan beberapa waktu yang lalu. Namun akhirnya pembentukan alat kelengkapan Dewan dapat dilalui dan menunggu jadwal pelantikan pimpinan definitif untuk selanjutnya pimpinan definitif mensahkan tata tertib dan alat kelengkapan Dewan yang ada.

Rapat yang berlangsung di ruang rapat Gabungan Komisi pada Sabtu (24/10) dipimpin Ketua Sementara DPRD Ende, Marselinus YW Petu dan dihadiri hampir seluruh anggota DPRD Ende.

Pada awal rapat pembentukan tersebut, ketua Sementara DPRD Ende Marsel Petu menjelaskan langkah pembentukan alat kelengkapan dan pertemuan yang dilakukan sebelumnya antara pimpinan Dewan dengan ketua-ketua fraksi. Dikatakan, pembentukan alat kelengkapan Dewan tersebut dilakukan sebagai upaya antisipatif untuk mengisi waktu menuju paripurna istimewa pelantikan pimpinan definitif yang diharapkan bisa terlaksana pada 29 Oktober mendatang yang kemudian dilanjutkan dengan pengesahan tata tertib DPRD Ende yang dijadwalkan pada 30 Oktober. Pertemuan dengan pimpinan fraksi-fraksi juga dalamr angka untuk memikirkan pendistribusian personalia fraksi-fraksi ke dalam alat kelengkapan baik unsur pimpinan dan personalianya.

Menyikapi penjelasan Marsel Petu, anggota Dewan Abdul Kadir Hasan melakukan interupsi. Menurutnya, perjalanan lembaga Dewan semakin tanpa arah karena lembaga tidak konsisten dan tidak memiliki sistem manajemen yang jelas. Dia membantah penjelasan Marsel Petu yang menyatakan transisi regulasi padahal menurutnya, sepanang tidak bertentangan dengan peraturan yang baru maka aturan yang lama tetap berlaku. Menurut dia, pimpinan sementara seharusnya menyusun dan mengesahkan terlebih dahulu tata tertib Dewan baru pembentukan alat kelengkapan. Hal itu karena pembentukan alat kelengkapan Dewan dasarnya adalah tata tertib. “Rujukan pembentukan alat kelengkapan Dewan adalah setelah disahkan tata tertib. Ini harus dicermati bersama karena kalau bentuk alat kelengkapan tanpa acuan dan ini jelas keliru yang kasarnya saya katakan salah.”

Namun Marsel Petu mengatakan, pengesahan tata tertib baru dapat dilakukan setelah pimpinan definitif disahkan. Namun pernyataan Petu ini langsung diinterupsi oleh Abdul Kadir. Menurut Kadir, pembentukan alat kelengkapan Dewan diatur dengan peraturan tata tertib sesuai pasal 353. “Apa dasar umumkan pimpinan sementara dalam paripurna. Padahal pimpinan juga termasuk dalam alat kelengkapan Dewan.”

Yustinus Sani, anggota Dewan dari PDI Perjuangan mengatakan, kesepakatan pimpinan dan ketua-ketua fraksi belum dijelaskan oleh pimpinan. Dikataka, perlu desain ulang produk mengingat selama ini jalan belum ada rambu-rambu. Dikatakan, menunggu tanggal 29-30 Oktober untuk membahas dan menetapkan tata tertib dan alat kelengkapan Dewan. Langkah-langkah yang diambil menjadi tanggung jawab pimpinan Dewan. Sedangkan agenda yang dibahasa saat itu adalah pendistribusian anggota fraksi ke dalam alat kelengkapan Dewan. Soal penetapan baru dilakukan setelah tata tertib dibahas dan ditetapkan. “Kita menyadari langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan undang-undang ada yang sudah kita lari lewat. Tapi kita sudah tidak bisa kembali ke belakang.”

Silfia Indradewa anggota Dewan dari Partai Amanat Nasional mengatakan, kesepakatan apapun yang dibuat di lembaga Dewan tidak boleh bertentangan atau melanggar aturan yang lebih tinggi. Dia meminta agar kesalahan yang sudah lewat tidak usah lagi dipermasalahkan tetapi ke depan, lanjut Indradewa perlu dilihat agar berjalan pada alur yang jelas dan tidak bertentangan dengan aturan. Dia juga mendorong agar pimpinan secepatnya mengagendakan pembahasan dan penetapan tata tertib agar menjadi dasar dalam pembentukan alat kelengkapan Dewan.

Hal senada dikatakan Damran I Baleti. Menurut dia, regulasi sudah ada dan pelaksanaan ini ada pasal yang sudah dilanggar yang dinyatakan salah untuk itu dia berharap kesalahan yang dibuat itu tidak terulang lagi. “Ada pasal yang nyatakan sudah salah untuk itu kesalahan cukup sampai di sini.” Dikatakan, hal-hal yang belum diputuskan dijaga benar agar jangan lagi ada kesalahan. Permasalahan tata tertib, kata Baleti, harus difokuskan karena merupakan rel agar tidak terjadi benturan dan tidak keluar dari rel.

Mendapat penjelasan demikian, Marsel Petu mengatakan, dari alur pembicaraan yang ada dia sangat terusik karena diarahkan untuk menyatakan bahwa apa yang dilakukan dengan mengumumkan dan menetapkan pimpinan definitif di dalam paripurna itu merupakan satu kesalahan dan agar ke depan tidak boleh salah lagi. “Saya minta klarifikasi khusus dari pak Kadir untuk buktikan letak kesalahannya.”

Setelah mendapatkan klarifikasi dari Abdul Kadir dan ditambah interupsi sejumlah anggota Dewan sempat menimbulkan ketegangan. Abdul Kadir yang tidak terima dengan pernyataan ketua Dewan meminta agar menarik kembali pernyataan bahwa dia berupaya mempengaruhi forum untuk menyatakan langkah yang telah dilakukan salah. Namun akhirnya dengan jiwa besar, Marsel Petu menarik kembali pernyataannya. Rapat kemudian dilanjutkan dnegan pembacaan pendistribusian anggota fraksi ke dalam alat kelengkapan Dewan baik komisi-komisi, Badan Musyawarah, Badan Anggaran, Badan Legislasi dan Badan Kehormatan.




Masyarakat Kompleks Bandara Minta Perhatian Pemerintah

* Bekas Gusuran Bandara Ancam Pemukiman Masyarakat

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Masyarakat yang berdiam di sekitar kompleks Bandara Haji Hasan Aroeboesman yang hingga kini belum pindah dari lokasi karena belum mendapatkan ganti rugi merasa khawatir. Gusuran yang pernah dibuat untuk memperpanjang landasan pacu bandara yang kini ditinggalkan begitu saja tanpa dibuat dengan tembok pengaman semakin mengancam perumahan yang ada. Bahkan akibat digerus air hujan, jalan setapak yang telah disemenisasi runtuh dan tinggal beberapa centimeter saja. Untuk itu warga meminta perhatian pemerintah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi tersebut.

Blasius Reba, salah satu warga Dolog, Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan yang belum mendapatkan ganti rugi kepada Flores Pos, Sabtu (24/10) di kompleks bandara mengatakan, hingga saat ini mereka masih tetap bertahan di lokasi tersebut karena belum mendapatkan uang sebagai ganti kerugian atas tanah dan bangunan yang mereka miliki. Namun, kata dia, dengan kondisi saat ini, mereka sangat terganggu. Selain akibat debu yang timbul saat pesawat hendak take off, saat ini muncul lagi masalah baru.

Persoalan baru yang dihadapi masyarakat, kata Reba adalah bekas gusuran bandara yang tidak dibuat tembok pengaman mengakibatkan pada musim hujan terjadi banjir dan terjadi longsoran pada bekas gusuran bandara. Bahkan, akibat banjir itu telah membentuk dua alur banjir. Alur yang satunya saat ini telah merusak jalan setapak yang sebelumnya telah disemenisasi oleh warga. Jalan setapak tersebut saat ini tinggal sedikit saja. “Aji lihat ini. Kalau hujan satu kali lagi jalan ini putus,” kata Reba sambil menunjukan sisa semen jalan yang sudah tergantung karena tanah pada bagian bawahnya juga tinggal sedikit.

Menurutnya, jika tidak disikapi dalam waktu dekat ini, bila turun hujan, tidak saja jalan setapak yang putus namun akibat longsoran pada bekas gusuran itu, rumah warga juga akan menjadi rusak. Dikatakan, pemerintah hendaknya secepatnya turun ke lokasi untuk membicarakan persoalan ini dengan masyarakat. Jika pemerintah masih tetap berkeinginan melakukan perpanjangan landasan pacu bandara maka harus membicarakan ganti rugi dengan masyarakat. “Kami sudah ulang kali ketemu pemerintah. Tapi belum ada kesepakatan soal harga ganti rugi.” Dikatakan, harga ganti rugi tanah yang ditawarkan kepada pemerintah sebesar Rp250 ribu per meter. Hal itu didasari harga tanah di Ende saat ini yang mengalami kenaikan cukup tinggi. Namun dari pemerintah tetap menawarkan harga ganti rugi Rp100 ribu per meter. “Kami khawatir. Kalau terima harga pemerintah nanti tiodak bisa beli tanah lagi karena tanah sekarang harga mahal sekali.”

Namun, kata dia, jika pemerintah tetap memaksakan dengan harga Rp100 ribu per meter, mereka tetap tidak mau. Dengan demikian dia meminta jika penggusuran dihentikan pemerintah harus segera membangun tembok pengaman agar tidak terjadi lagi longsoran di bekas gusuran yang dapat membahayakan masyarakat sekitar. “Kalau sudah tidak ada dana untuk ganti rugi kami minta pemerintah buat tembok pengaman supaya tidak longsor dan rusak jalan dan rumah warga.” Dikatakan, jika pada pemeirntahan yang lalu, warga sempat diajak untuk membiacarakan masalah ganti rugi. Namun sejak pemerintahan yang baru ini warga belum diundang untuk membicarakan persoalan ganti rugi.

Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan Partai Demokrasi Kebangsaan , Edy Goeta mengatakan, persoalan jalan setapak yang mulai rusak akibat longsoran dari bekas gusuran bandara hendaknya tidak dipandang remeh. Persoalan itu merupakan persoalan serius yang harus secepatnya disikapi oleh pemerintah. Jika tidak kerusakan jalan setapak tersebut akan semakin parah dan bukan tidak mungkin jika hujan kembali mengguyur maka jalan setapak itu akan putus. Putusnya badan jalan setapak itu juga, kata Goeta akan merusak pagar rumah milik warga yang berada di dekat jalan setapak. Dia berharap pemerintah menyikapi serius persoalan ini. Bila perlu dalam waktu dekat pemerintah turun ke lokasi untuk melihat kondisi yang dialami masyarakat.




Pesawat Masih Rusak, Penerbangan Ende-Kupang Lumpuh Total

* Pemerintah Didesak Tarik Kembali Dana Rp3 Miliar

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Rusaknya pesawat Riau Air satu-satunya pesawat yang selama ini melayani rute penerbangan Ende-Kupang dan jalur lain dalam wilayah NTT di bawah pengelolaan PT Trigana Air Services menyebabkan penerbangan rute Ende-Kupang lumpuh total. Bandara Haji Hasan Aroeboesman yang selama ini ramai, pada Jumad kemarin nampak sepi karena tidak ada aktifitas sama sekali. Sementara pesawat masih tetap parkir di bandara untuk menjalai perbaikan oleh teknisi.

Kepala Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende, Satimin kepada Flores Pos di Bandara H Hasan Aroeboesman, Jumad (23/10) mengatakan, untuk sementara tidak ada pesawat yang menyinggahi Bandara Haji Hasan Aroeboesman menyusul rusaknya pesawat Riau Air yang dikelola PT Trigana Air Services pada Kamis (22/10). Saat ini pesawat masih dalam proses perbaikan di areal parkir pesawat. Dia mengakui, dengan tidak beroperasinya Riau Air yang dikelola PT Trigana Air Services ini maka tidak ada lagi perusahaan penerbangan yang memasukan pesawatnya ke Ende menysul merpati dan Pelita Air yang sudah terlebih dahulu tidak beriperasi selama ini.

Dikatakan, pihaknya belum mendapatkan laporan dari teknisi dan pengelola terkait kapan mulai dilakukan penerbangan. Menurut Satimin, yang menentukan pesawat baik dan tidak ada di pihak teknisi dan pengelola. Jika pesawat telah diperbaiki dan siap terbang, kata dia, maka teknisi dan pengelola menyampaikan kepada pihak bandara bahwa pesawat sudah siap terbang. Pihak bandara tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kelaikan sebuah pesawat hanya saja pihak bandara menerima laporan dari pengelola bahwa pesawat sudah baik dan bisa terbang. Secara otorita, kata Satimin, bandara hanya meminta pernyataan dari pihak pengelola penerbangan bahwa pesawat aman untuk terbang.

Ditanya biaya parkir pesawat yang sedang menjalani perbaikan, Satimin mengatakan, setiap pesawat yang singgah dan parkir sementara di bandara dikenai biaya parkir. Hanya saja soal tarif dia tidak memperincikan. Tetapi menurutnya, parkir pesawat di bandara ada tarifnya.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Ende, Haji Pua Saleh kepada Flores Pos mengatakan, pihak PT Trigana Air Services dalam proses kerja sama dengan pemerintah kabupaten telah melakukan manipulasi. Hal itu karena dalam salah satu poin kerja sama itu, pihak PT Trigana Air Services berkewajiban melakukan peremajaan terhadap pesawat yang dioperasikan. Namun, kata Pua Saleh, kenyataan yang ada selama ini pesawat yang dioperasikan tidak pernah ada peremajaan. Parahnya lagi, justru pesawat-pesawat yang dioperasionalkan adalah pesawat-pesawat yang sudah tua dengan jam terbang yang cukup tinggi. Kondisi itu mengakibatkan pesawat sering rusak.

Insiden yang terjadi seperti ini, kata Pua Saleh tidak boleh dipandang enteng baik oleh PT Trigana Air Services, pemerintah daerah maupun DPRD. Karena itu dia mendesak agar DPRD Ende harus segera menyikapi persoalan tersebut. “Dewan harus cepat undang pihak Trigana Air untuk beri penjelasan.” Dikatakan, dari hasil penjelasan pihak Trigana Air itu baru pemerintah dan DPRD Ende menentukan sikap. Terkait sikap yang harus diambil pemerintah dan lembaga Dewan, kata Pua Saleh, jika ternyata dari penjelasan yang diberikan pihak Trigana Air ternyata lebih banyak merugikan dari sisi kerja sama maka sebaiknya pemerintah segera mengambil langkah untuk menarik kembali semua dana yang diinvestasikan. Dana tersebut ada baiknya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyewa pesawat sendiri dan bekerja sama dengan perusahaan penerbangan yang lain yang lebih berkompeten. “Sikap ambil uang kembali itu tidak boleh terlalu lama. Harus cepat disikapi. Ini menyangkut nyawa penumpang.”

Achmad Al Habsy dari Fraksi Gabungan Hanura Bintang Sejahtera mengatakan, kerusakan terhadap pesawat Riau Air tersebut bukan soal gampang namun merupakan persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian serius semua pihak. Kendati saat ini sedang diperbaiki, lanjut Al Habsy namun ketika pesawat dinyatakan baik dan siap terbang oleh teknisi tetapi tidak boleh langsung terbang. Sebelum pesawat itu dioperasionalkan kembali perlu dilakukan pengecekan oleh badan khusus yakni dari Direktorat Keselamatan dan Kelaikan Udara (DSKU bukan KNKT). Setelah dilakukan pengecekan oleh DSKU dan dinyatakan laik terbang baru pesawar Riau Air kembali beroperasi. Jika ternyata rekomendasi DSKU bahwa pesawat tidak laik terbang maka hendaknya pihak Trigana Air tidak boleh memaksakan. Hal itu perlu demi menjaga timbulnya kecelakaan yang dapat memakan korban jiwa.

Dengan kondisi pesawat yang selalu mengalami kerusakan seperti ini, kata Al Habsy, seharusnya Pemerintah Kabupaten Ende yang telah menginvestasikan dana senilai Rp3 miliar perlu mengambil langkah. Menurut Al Habsy, pemerintah perlu meninjau kembali kerja sama tersebut mengingat uang yang diinvestasikan Pemkab Ende dan sejumlah pemerintah kabupaten lainnya di NTT itu tidak berdampak pada peremajaan pesawat. Hal itu nampak dari kondisi pesawat yang melayani penerbangan selama ini sering rusak karena tidak dilakukan peremajaan secara rutin.

Dana tersebut, kata Al Habsy oleh DPRD Ende dan pemerintah dipikirkan kembali. Ada baiknya jika dana tersebut dialokasikan kepada pihak bandara untuk memperpanjang landasan pacu. Dengan demikian, bandara di Ende ada kemungkinan didarati pesawat yang lebih besar. Dengan demikian, kata dia akan lebih banyak armada penerbangan yang membuka rite ke Ende sehingga lebih banyak membantu masyarakat. Masuknya lebih banyak perusahaan penerbangan di Ende juga akan menghilangkan kesan monopoli yang selama ini terjadi sehingga berdampak pada harga tiket.

Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kabupaten Ende, Bernadus Guru, di ruang kerjanya, Kamis (22/10) mengatakan, terkait desakan melakukan revisi terhadap MoU dengan pihak PT Trigana Air Services sudah dilakukan. Pembicaraan telah dilakukan antara pemerintah dan Trigana Air. Draf perubahan Mou, kata Guru juga telah dibuat dan telah pula dikirim ke pihak Trigana Air. Hanya saja, sejauh ini draf yang dikirim itu belum dikembalikan Trigana Air kepada pemerintah. Sepanjang belum dikembalikan, kata Guru maka MoU yang lama tetap menjadi acuan kerja sama antara pemerintah dan Trigana Air.

Diberitakan sebelumnya, Pesawat Riau Air yang dikelola PT Trigana Air Services batal melakukan penerbangan dari Ende menuju Kupang. Pesawat yang sebelumnya take off dengan sempurna dari Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende dan sudah mencapai ketinggian 4000 kaki setelah terbang selama leih kurang lima menit, terpaksa harus kembali mendarat di bandara karena terjadi kebocoran pada mesin sebelah kanan. Demi keselamatan bersama, pilot mengambil keputusan untuk kembali mendaratkan pesawat di Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende. Pesawat diperkirakan baru kembali diterbangkan pada Sabtu setelah dilakukan perbaikan pada mesin sebelah kanan pesawat.




Mesin Kanan Rusak, Pesawat Kembali Didaratkan di Bandara Aroeboesman

* Agen, Pilot dan Pramugari Asyik Belanja di Toko

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Pesawat Riau Air yang dikelola PT Transnusa Air Services batal melakukan penerbangan dari Ende menuju Kupang. Pesawat yang sebelumnya take off dengan sempurna dari Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende dan sudah mencapai ketinggian 4000 kaki setelah terbang selama leih kurang lima menit, terpaksa harus kembali mendarat di bandara karena terjadi kebocoran pada engine sebelah kanan. Demi keselamatan bersama, pilot mengambil keputusan untuk kembali mendaratkan pesawat di Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende. Pesawat diperkirakan baru kembali diterbangkan pada Jumad setelah dilakukan perbaikan pada engine kanan pesawat.


Pilot Riau Air, Kapten Agus Ma’ruf kepada wartawan di Hotel Mentari, Kamis (22/10) mengatakan, pada ketinggian 4000 kaki lebih kurang perjalanan sudah ditempuh 30 km selama lebih kurang lima menit, terjadi kebocoran oli pada engine bagian kanan. Akibat kebocoran oli di engine kanan, dia sempat menghentikan laju baling-baling kanan. Dengan kondisi demikian, perjalanan tidak dapat dilanjutkan. Demi keselamatan bersama, kata Ma’ruf, dia mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Kupang dan kembali ke Ende. “Ini murni masalah teknis pada engine sebelah kanan. Tidak karena kelebihan muatan.”


Sesuai Prosedur

Secara prosedur, lanjut Ma’ruf, sudah menjalani prosedur dengan benar dengan mengambil keputusan kembali dan tidak melanjutkan perjalanan. Menurutnya, kondisi pesawat masih bagus dan laik terbang. Terhadap kerusakan itu, teknisi sedang melakukan upaya perbaikan dan diupayakan perbaikan sudah dapat selesai pada Jumad. Jika perbaikan berjalan baik, kata Ma’ruf maka Sabtu sudah dapat dilakukan penerbangan.

Agen PT Transnusa Air Service Ende, Heri Wongge kepada wartawan mengatakan, dalam penerbangan Ende-Kupang, pesawat mengangkut 48 penumpang. Semua seat yang disediakan terisi. Dikatakan, dengan tidak terbangnya pesawat ini maka bagi penumpang yang ingin memint akembali uangnya akan dikembalikan. Sedangkan bagi penumpang yang tetap ingin diberangkatkan maka akan diberangkatkan setelah pesawatnya diperbaiki. Pihaknya tidak dapat memberangkatkan penumpang saat ini karena dua pesawat yang dimiliki rusak.


Ditanya tanggung jawab perusahaan terhadap para penumpang dari Labuan Bajo, Ruteng, Ngada dan Nagekeo yang tidak jadi diberangkatkan, Wongge dengan enteng mengatakan pihaknya tidak bertanggung jawab. Hal itu karena para penumpang dianggap dari tempat asal dan tidak ada penumpang transit. “Kita bertanggung jawab terhadap mereka kecuali kalau mereka penumpang transit. Pesawat ini diberangkatkan dari Ende jadi tidak ada penumpang transit.” Dengan demikian, kata Wongge, bagi penumpang yang mau mengambil kembali uangnya pihak perusahaan akan mengembalikan. Namujn jika ada penumpang yang masih mau diberangkatkan, akan diberangkatkan setelah pesawat diperbaiki. Dengan kerusakan yang terjadi itu, kata Wongge maka tiga penerbangan Ende-Kupang semuanya dibatalkan. Para penumpang yang mau berangkat baru bisa diberangkatkan setelah pesawat diperbaiki.


Sangat Kecewa

Vincent Pata, salah satu penumpang yang batal diberangkatkan mengatakan, sangat kecewa dengan manajemen perusahaan penerbangan yang batal memberangkatkan mereka ke Kupang. Kondisi ini terjadi menurut Pata disebabkan karena sistim monopoli yang diterapkan selama ini. Kondisi itu mengakibatkan agen sesuka hati memperlakukan penumpang dan juga sesuka hati menaikan harga tiket. Dia membandingkan harga tiket Kupang-Surabaya yang hanya Rp400 ribu lebih sangat berbeda dengan harga tiket Labuan Bajo-Kupang yang hampir mencapai Rp900 ribu padahal lama penerbangan hanya 1,5 jam. Kendati kecewa, lanjut Pata, namun penumpang selalu berada pada posisi lemah karena sebagai konsumen tidak ada pilihan lain. “Sekarang transnusa satu-satunya pilihan.”

Terhadap insiden ini, pemerintah harus memanggil pihak pengelola untuk meminta pertanggungjawaban mereka secara moril. Hal itu terkait dengan pihak mana yang menanggung ongkos tambahan yang timbul akibat pembatalan ini. Untuk itu, kata dia, pemerintah harus mencarikan solusi untuk menghentikan sistim monopoli semacam ini. Sebagai anggota DPRD Provinsi dari PDI Perjuangan, kata Pata, persoalan ini akan dibicarakan di dalam sidang Dewan dan terutama akan disampaikan dalam sikap politik fraksi. Hal itu karena persoalan seperti ini bukan baru pertama kali terjadi namun sudah terjadi berulang-ulang. Apalagi sebagai representasi dari rakyat maka persoalan ini akan disuarakan di lembaga dewan.


Langgar MoU

Tidak adanya penerbangan yang melayani penumpang rite Ende-Kupang ini maka PT Trigana Air Service secara sadar telah melakukan pelanggaran terhadap memorandum of understanding (MoU) yang dibuat antara PT Trigana Air Service dengan Pemerintah Kabupaten Ende. Pada pasal 11 terkait kerusakan armada. Pada pasal ini mensyaratkan bahwa untuk mengurangi kerugian dan agar tidak menghambat para pihak dalam pelaksanaan isi perjanjian kerjasama ini, apabila terjadi kerusakan pada armada pesawat terbang sehingga mengganggu pelayanan jasa transportasi udara, pihak kedua (pt Trigana Air Services) bertanggung jawab memperbaiki atau mengganti dengan pesawat terbang lain yang dimiliki sehingga dapat terus melayani para pengguna jasa transportasi udara baik yang dari maupun yang akan ke Ende.


Terhadap mangkirnya pihak PT Trigana Air Services dalam memenuhi tuntutan pasal ii ini, Plt Sekda Ende, Bernadus Guru mengatakan sejauh ini pihaknya belum mendapatkan laporan terkait tidak adanya penerbangan dari dan ke Ende oleh PT Trigana Air Services. Namun, kata dia, jika tidak ada penerbangan maka hal itu menjadi tanggung jawab Trigana Air. Kendati rusak dan tidak beroperasi, lanjut Guru namun pemerintah harus tetap mendapatkan pembayaran bunga setiap tiga bulan dari Trigana Air.

Guru juga baru tahu bahwa pesawat yang melayani penerbangan Ende-Kupang ini bukan lagi Trigana Air melainkan pesawat Riau Air. Hal itu, kata Guru akan berpengaruh terhadap klaim jasa asuransi sekiranya terjadi kecelakaan pesawat. Menurutnya, itu disebabkan karena di dalam kontrak yang dibuat sebelumnya, pelayanan jasa dengan pesawat Trigana Air namun kemudian diganti dengan Riau Air.


Anggota DPRD Ende, Achmad Al Habsy kepada Flores Pos mengatakan, untuk mengetahui laik tidaknya pesawat Riau Air melakukan penerbangan melayani masyarakat di NTT maka setelah dilakukan perbaikan perlu ada pengecekan khusus dari tim KNKT. Karena jika tidak, dia khawatir ke depan insiden serupa akan kembali terjadi bahkan bisa sampai menimbulkan korban jiwa. Dengan kondisi pesawat yang selalu mengalami kerusakan seperti ini, seharusnya Pemerintah Kabupaten Ende yang telah menginvestasikan dana senilai Rp3 miliar perlu mengambil langkah. Menurut Al Habsy, pemerintah perlu meninjau kembali kerja sama tersebut mengingat uang yang diinvestasikan Pemkab Ende dan sejumlah pemerintah kabupaten lainnya di NTT itu tidak berdampak pada peremajaan pesawat. Hal itu nampak dari kondisi pesawat yang melayani penerbangan selama ini sering rusak karena tidak dilakukan peremajaan secara rutin.


Pantauan Flores Pos di Bandara Haji Hasan Aroeboesman, para penumpang yang tidak jadi diberangkatkan terpaksa mengambil kembali barang yang telah dimuat di pesawat. Para penu,pang nampak sangat kecewa karena tiga frekwensi penerbangan pada Kamis kemarin semuanya dibatalkan akibat terjadi kerusakan pesawat.

Pilot Agus Ma’ruf dan agen Heri Wongge saat diwawancarai di bandara enggan berkomentar. Bahkan terkesan hendak menghindar dari wawancara. Kondisi ini sempat menimbulkan ketegangan antara wartawan dengan Heri Wongge. Wongge yang sudah berada di dalam mobil bersama pilot dan pramugari ditahan para wartawan. Pintu yang hendak ditutup dipalang. Bahkan ada wartawan yang mengadang mobil dan berdiri pas di depan mobil. Wongge akhirnya meminta wartawan melakukan wawancara di Hotel Mentari. Namun saat wartawan tiba di Hotel Mentari ternyata Wongge bersama pilot dan pramugari tidak ada. Mereka malah sedang berbelanja di Hero Swalayan. Dari Hero Swalayan mereka lalu menuju pertokoan di Mbongawani dan kemudian ke Situs Bung Karno. Mereka lalu kembali berbelanja di toko busana Karunia. Wongge membantah kalau mereka menelantarkan penumpang dan mementingkan berbelanja. Menurutnya, karena harus menginap maka pilot dan pramugari harus belanja kebutuhan mereka selama berada di Ende.