15 April 2008

Bahas Perencanaan Pembangunan Bappeda Harus Miliki Bank Data

Kombinasikan Usulan dari Bawah dan Program dari Atas
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbang) Kabupaten Ende yang telah dimulai sejak Senin (7/4) merupakan momen mensinergiskan prioritas kegiatan. Namun dalam pelaksanaan musrenbang ini yang terpenting adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) harus memiliki bank data terkait data jalan, data sekolah, data permasalahan air minum dan semua usulan baik yang telah direalisasi, belum direalisasi dan yang akan ditindfaklanjuti di tahun anggaran berjalan.
Hal itu dikatakan anggota DPRD Ende Yustinus Sani usai mengikuti acara pembukaan Musrenbang Kabupaten Ende di aula lantai dua kantor bupati, Senin (7/4). Yustinus Sani mengatakan, data-data yang harus ada di dalam bank data Bappeda antara lain pertama, data panjang seluruh ruas jalan kabupaten yang ada di Kabupaten Ende. Dari data itu baru dirinci jumlah ruas jalan yang baik, dalam keadaan rusak dan berapa ruas jalan yang mau dibuka baru sesuai usulan musyawarah desa dan kecamatan.
Data lain yang harus dimiliki Bappeda yakni data menyangkut permasalahan air minum bersih. Data ini sangat penting di mana Bappeda harus tahu berapa banyak masyarakat yang telah menikmati air minum bersih dan berapa banyak yang belum menikmati air minum bersih di kabupaten Ende. Selain itu, dengan mengetahui data itu, Bappeda dapat memperhitungkan jangkauan agar bisa rencanakan perluasan jaringan air minum bersih dan pengadaannya.
Selain data itu, Bappeda juga perlu mengetahui data menyangkut jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Ende. Data yang perlu diketahui yakni data berapa banyak sekolah yang rusak ringan, rusak berat dan berapa sekolah yang diusul untuk dibangun baru. Dari data-data itu, Bappeda selanjutnya memprediksi besaran dana yang akan dimanfaatkan untuk membangun dan menetapkan prioritas dari semua keadaan yang ada.

Belum Maksimal
Yustinus Sani mengatakan, memasuki tahun keempat ini musrembang yang dilakukan, Bappeda belum berperan maksimal dalam artian belum menyediakan bank data secara akurat. Kondisi itu mengakibatkan kesulitan ketika mau menentukan prioritas seuai kondisi keuangan yang dimiliki pemerintah. Pengalaman empiris yang ditemukan di lapangan, kata Yustinus proses pelaksanaan pembangunan yang tidak tuntas contohnya salah satu ruas jalan di Kabupaten Ende yang sejak tahun anggaran 2004 dianggarkan namun hingga tahun 2008 masih konsentrasi pada objek yang sama. “Ini buktikan bahwa da yang tidak beres dalam perencanaan.”
Dia mengatakan, ambil contoh pembukaan jalan baru maka tahun berikutnya harus diikuti dengan peningkatan dan seterusnya tidak malah dihentikan pada pembukaan jalan baru saja. Dicontohkan, ada kasus ketika empat tahun lalu buka jalan baru dan setelahnya tidak ditingkatkan maka pada tahun keempat karena tidak ditindaklanjuti kondisi jalan yang dibuka empat tahun lalu sudah tertutup dan harus dianggarkan lagi dana untuk pembukaan jalan.

Ada Harapan
Pelaksanaan musrenbang yang dimulai saat ini, kata Yustinus ada harapan untuk memulai dengan proses perencanaan dan mulai saat ini juga Bappeda harus mulai berbenah dan berupaya untuk memiliki bank data. Karena jika tidak, kondisi yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya akan tetap terulang. Bahkan, istilah ulang tahun usulan masyarakat akan tetap terjadi karena akan terus diusulkan dan karena tidak ada banka data maka usulan tersebut tetap tidak dijawab dan akhirnya kembali diusulkan masyarakat.
Kondisi berulang tahunnya usulan-usulan masyarakat karena tidak direalisasikan, kata Yustinus juga merupakan akibat dari tidak berfungsi optimalnya litbang di Bappeda yang selama ini belum bekerja maksimal. Agar usulan tidak lagi berulang tahun tahun depan maka Bappeda perlu menginventaris usulan-usulan itu dari tahun berapa, kapan direalisasi dan yang belum menjadi prioritas. “Target saya kalau ada bank data dan jalkan sesuai mekanisme 3-4 tahun ke depan tidak ada lagi usulan masyarakat yang berulang tahun karena belum dijawab pemerintah.”

Kombinasikan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ende, Dominikus Minggu Mere di ruang kerjanya, Senin (14/4) mengatakan, dalam perencanaan pembangunan ke depan di Kabupaten Ende, akan dikombinasikan usulan-usulan dari bawah yang diusulkan melalui mekanisme musyawarah pembangunan dari tingkat dusun, desa, kecamatan dan kabupaten dengan program-program yang diturunkan dari atas oleh departemen yang kemudian diramu dalam perencanaan.
Dikatakan, untuk tingkat perencanaan, selain melalui jalur musrenbang, saat ini juga mulai dikembangkan forum satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yangmenurut rencana dilaksanakan pada Rabu (16/4) nanti. Seharusnya, kata Domi Mere, forum SKPD seperti itu dilaksanakan sebelum musrenbang di tingkat provinsi untuk mensinkronkan usulan program dan kegiatan dari hasil musrembang kecamatan, kabupaten yang nantinya disinkronkan dengan program dari SKPD.

Perlu Bank Data
Domi Mere mengakui bank data seperti yang dikatakan Yustinus Sani memang sangat penting. Data-data historis hasil kompilasi dari kecamatan sebelum musrenbang kecamatan tetap disimpan sebagai bank data dan data-data hasil pembahasan di tingkat musrembang tetap disimpan. Data-data sinkronisasi hasil musrenbang dan forum SKPD nantinya disimpan menjadi data dasar. Langkah itu sangat perlu dilakukan agar usulan-usulan yang diajukan saat musrembang dapat dipilah mana yang telah ditindaklanjuti dan mana yang belum. Sehingga pada saat musrenbang tahun berikutnya dapat dilihat kembali usulan mana yang telah dilaksanakan namun masih diusul ulang dan mana yang merupakan usulan yang pernah diusul tetapi belum terjawab dan mana yang merupakan usulan baru.
Dikatakan, data-data hasil musrembang provinsi yang telah dilaksanakan akan dikompilasikan kembali dengan data-data musrenbang kabupaten dan forum SKPD. Data-data itu nantinya diteruskan ke pusat. “Mulai tahun ini data-data historis akan kita simpan secara baik.” Data usulan itu, kata dia sangat penting mengingat usulan yang dimasukan tidak semua dapat terjawab pada tahun angagaran berjalan mengingat terbatasnya dana menjawab semua usulan dalam musrembang dan hasil forum SKPD.
Data-data usulan tersebut setelah disimpan dalam bank data manfaatnya untuk digunakan pada saat evaluasi sehingga dengan data tersebut bisa tahu secara pasti mana usulan yang belum terjawab. Dengan data itu, nantinya juga dapat membuat prioritas program pada tahun anggaran 2009 dan seterusnya. “Jadi bank data itu penting. Sehingga tahu mana yang sudah direalisasikan dan dievbaluasi setelah penetapan APBD 2009.”
Dikatakan, data-data itu saat ini telah mulai disimpan secara baik dalam bank data. Langkah itu agar usulan-usulan dari dusun, desa, kecamatan dan kabupaten terdata secara baik dan dapat dimanfaatkan saat musrenbang. “Itu penting kita buat agar musrenbang tidak dilihat sekedar acara seremonial.”
Kegiatan Musrenbang Kabupaten Edne yang digelar Senin (7/4) lalu setelah melalui pembahasan dalam dua hari telah menghasilkan poin-poin penting sesuai kelompok masing-masing. Kelompok pertama yang membahas fungsi ekonomi, perumahan dan fasilitas umum dan fungsi lingkungan hidup setelah melalui pembahasan dan perdebatan menghasilkan 35 program prioritas dengan 400 jenis kegiatan. Total dana yang diprediksi membiayai sejumlah program dan kegiatan itu mencapai Rp138,1 miliar. Dana itu bersumber dari APBN Rp25,1 miliar, APBD I sebesar Rp10,5 miliar dan APBD II sebesar Rp102,5 miliar.
Kelomok kedua yang membahas fungsi pelayanan umum pemerintahan ketertiban dan ketentraman serta fungsi perlindungan sosial menetapkan enam program dan 191 prioritas kegiatan. Dari program dan kegiatan yang ada didanai sebesar Rp49,5 miliar yang bersumber dari APBN 7,6 miliar, APBD I sebesar Rp6,7 miliar dan APBD II sebesar Rp42,8 miliar. Sedangkan yang membahas fungsi pendidikan, kesehatan dan fungsi pariwisata dan budaya didanai dengan anggaran sebesar Rp71,5 miliar.
Total keseluruhan dana yang dialokasikan untuk mebiayai seluruh program dan kegiatan pada tahun 2009 yang direncanakan sebesar Rp259,1 miliar yang bersumber dari APBN sebesar Rp38,118 miliar, APBD II sebesar Rp55,519 miliar dan APBD II sebesar Rp165,540 miliar.

PLN Perlahan Buka Tabir PLTU Ropa

Dipertanyakan, Ketidakhadiran Tim 9 dalam Dialog Kasus Ropa
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Sejumlah kalangan mempertanyakan fakta ketidakhadiran Tim Sembilan yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus rencana pembangunan PLTU Ropa. Berdasarkan undangan, Komisi A DPRD akan menghadirkan semua elemen yang terlibat dalam kasus PLTU dalam forum klarifikasi yang berlangung pada Rabu (9/4) kemarin. Namun Tim Sembilan yang dibentuk Pemkab Ende pada Rabu (9/4) mengirim surat kepada DPRD Ende yang menyatakan ketidakhadirannya dalam dialog klarifikasi itu.
Hal itu disampaikan pada awal pertemuan oleh Wakil Ketua DPRD Ende, Ruben Resi. “Melalui surat per tanggal 9 April 2008, Tim Sembilan menyatakan bahwa ketua, wakil ketua dan sekretaris tidak bisa hadir dalam pertemuan karena sedang bertugas keluar daerah dan meminta DPRD Ende menyesuaikan jadwal pertemuan setelah mereka berada di tempat.”
Rapat dipimpin Ruben Resi yang dihadiri Ketua Komisi A, Agil Ambuwaru, Jamal Humris, Heribertus Gani dan beberapa anggota DPRD lain. Dari PT PLN hadir Manager PT PLN Cabang Flores Bagian Barat, Syaifur Rahman, Buce Lioe, I Made Suardana, Abidin Mochsen, Fredik Nawa, Karel Djami dan Domi Wolo. Para pastor yang hadir, Romo Domi Nong, Pr, Romo Dion Boleng Lewar, Pr, Romo Stef Wolo, Pr, Romo Reginald Piperno, Pr, Romo Tadeus Depa, Pr, dan dari Komisi Perdamaian dan Keadilan SVD Ende hadir Pater Steph Tupeng Witin, SVD, Pater Markus Tulu, SVD, Pater Hiero Api, SVD dan Pater Aloysius Manuk, SVD. Masyarakat pemilik tanah yang hadir adalah Paulus Kola, Simon Sega, Kristina Asi, Kristoforus Gado, Leonardus Gaka, Rofinus Mage, Modesta Mako, Petrus Segi, Raimundus Beo, Marsel Pambo, Ignasius Rua, Gregorius Kari. Hadir juga pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Veritas-Jakarta, Valens Pogon yang selama ini mendampingi warga korban.
Anggota DPRD dari Fraksi Gabungan, Heribertus Gani mengatakan, pertemuan yang dihadiri para pemilik tanah dan para pastor tidak akan berarti kalau salah satu pihak yang berkompeten dalam urusan tanah Ropa yaitu Tim Sembilan tidak hadir. Ia sangat mengharapkan semua pihak, apalagi Tim Sembilan yang selama ini bekerja cukup maksimal dan cukup jauh terlibat di dalam urusan yang menimbulkan persoalan di hari-hari terakhir ini hadir dalam pertemuan. “Misi dasar pertemuan adalah untuk mengetahui akar permasalahan dan berupaya menyelesaikan persoalan yang ada. Masyarakat yang menunggu haknya dipenuhi membutuhkan jawaban pasti dan PLN juga bisa melanjutkan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka. Soal surat balasan pemerintah yang baru dibuat dan dikirim tanggal 9 April sedang surat pimpinan Dewan sudah dikirim sejak tanggal 3 April, saya mempertanyakan, apakah ada kegiatan atau kejadian yang luar biasa yang harus diurus sehingga mereka tidak hadir? Tanggung jawab Tim Sembilan dalam menyelesaikan kasus ini sangat diragukan.”
Anggota DPRD Fraksi Partai Golkar, Haji Djamal Humris mengaku kecewa dengan ketidakhadiran Tim Sembilan yang mestinya hadir untuk menyikapi persoalan dan bertemu terbuka dengan semua pihak. Pertemuan hanya bisa bermakna dan dapat memberikan kepuasan bagi pemilik tanah yang haknya belum dipenuhi kalau ada keterbukaan dari pihak Tim Sembilan.
“Saya juga meminta PLN menjelaskan penyerahan uang kepada pemilik tanah dan berapa yang telah diserahkan serta mekanisme penyerahannya. Saat bertemu Tim Sembilan minggu lalu ada beda penjelasan di mana satu sisi mengatakan diserahkan Tim Sembilan kepada seseorang namun dalam tim ada yang katakan Tim Sembilan hanya menyaksikan dan yang serahkan PLN sendiri dan mereka tidak tahu jumlahnya berapa. Kita hendaki agar persoalan ini dibuka agar menjadi jelas sehingga tidak muncul saling tuduh dan lempar tanggung jawabm,” katanya.
Pater Markus Tulu, SVD dari JPIC SVD Ende lantang mempertanyakan ketidakhadiran Tim Sembilan yang dinilainya tidak bertangung jawab dalam menyelesaikan kasus PLTU Ropa yang sarat rekayasa dan kebohongan. “Ketidakhadiran Tim Sembilan dalam dialog saat ini membuktikan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas masalah ini. Ini cermin bahwa politik di Ende sangat tertutup, kerdil, tidak dewasa dan matang. Tim Sembilan hanya berani menjual kebohongan di hadapan rakyat tetapi gentar bahkan takut berhadapan dengan kelompok kritis,” katanya.

PLN Buka Kasus
Tabir tertutup yang selama ini dimainkan Tim Sembilan yang dibentuk Pemkab untuk memfasilitasi rencana pembangunan PLTU Ropa, Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole perlahan dibuka oleh pihak PLN. Fakta seputar proses pembayaran ganti rugi dari PLN dan Tim Sembilan kepada para pemilik mulai terkuak dalam penyampaian pihak PT PLN (Persero) Wilayah NTT Cabang Flores Bagian Barat dan Romo Domi Nong, Pr bersama para pastor yang selama ini mendampingi 11 warga memperjuangkan hak secara adil.
Karel Djami dari PLN saat menjawab anggota DPRD, Djamal Humris soal besarnya dana ganti rugi yang diserahkan PLN mengatakan, dana yang disiapkan sebesar Rp6,9 miliar dan semuanya sudah diserahkan. Soal kekurangan pembayaran kepada tujuh warga yang diisi di dalam amplop itu dilakukan atas permintaan Aleks Mari. Pada saat penyerahan ditandatangani dua kuitansi. Menurutnya, jumlah warga pemilik lahan yang dilaporkan hanya ada tujuh warga sehingga hanya mereka yang mendapatkan ganti rugi. Selain itu, ada surat kuasa yang diberikan yang menyatakan akan menyerahkan uang kepada Aleks Mari sehingga untuk empat warga pemilik tanah uangnya diserahkan kepada Aleks Mari. Terkait PLN masuk dalam Tim Sembilan, Karel bukakartu bahwa bahwa sejauh ini PLN tidak tahu masuk dalam Tim Sembilan. “SK Tim Sembilan saja kami tidak pernah dapat,” katanya.

Diminta dan Dibutuhkan
Juri Bicara JPIC, Romo Domi Nong, Pr mengatakan, selama ini para imam yang berjuang bersama masyarakat dituding sebagai pihak ketiga, Bahkan Camat Maurole, Gregorius Gadi mencap para pastor itu “berkeliaran” di Ropa. Namun sebenarnya para pastor bukan pihak ketiga melainkan masuk sebagai pihak pertama yang bersama 11 warga memperjuangkan hak atas tanah yang diperlakukan tidak adil oleh Tim Sembilan. “Kami adalah bagian dari mereka. Itulah tugas perutusan kami para imam. Bukan berpihak pada orang yang berkuasa dan bertindak sewenang-wenang. Kami bersedia tanggung resiko. Kehadiran para pastor di tengah masyarakat yang haknya diabaikan itu bukan atas kemauan sendiri atau bukan asal nyelonong. Kami hadir atas permintaan 11 warga yang haknya terabaikan dan membutuhkan kekuatan untuk memperjuangkan hak-haknya,” katanya.
Romo Domi mengisahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan bagaimana ia menanggapinya. Ia hadir di Ropa, 24 Desember 2007 untuk merayakan natal. Saat ke Ropa, ia terjebak banjir di jembatan Lewodaga. Saat itu ia bertemu Asisten I, Hendrik Seni. Di Ropa ia mendapat informasi bahwa Camat Gadi datang dan menanyakan kepada warga: pastor siapa yang akan pimpin misa? Warga mengatakan Romo Domi Nong dan Camat Gadi mengingatkan warga agar hati-hati dengan Romo Domi Nong. “Itu ada apa? Pada saat itu saya mendengar bahwa sudah terjadi pembayaran oleh pihak-pihak kepada para pemilik tanah. Saya hanya dengar saja cerita dan tidak mengambil urusan itu. Saya dengan bahwa ada yang belum terima tapi ada yang pasrah saja.”
Persoalan mulai terbuka ketika Tim Sembilan pada 4 Januari 2008 datang ke rumah Paulus Kola dengan membawa surat pernyataan pelepasan hak dan meminta pihak pertama untuk menandatanganinya. Ketika mereka membaca, mereka baru tahu bahwa haknya sebenarnya begitu besar dari yang diterima. Saat itu warga menerima uang dalam amplop tertutup sementara Hendrik Seni membacakan jumlah uang yang akan diserahkan. “Warga tidak buka, tidak disuruh hitung. Tidak. Pihak PLN juga tahu itu. Tapi ini bukan jadi urusan. Empat pemilik tidak menerima dan Paulus Kola bertanya,” Mereka lain sudah terima. Saya ini sebagai ketua kelompok, mengapa saya tidak dapat bagian? Namun hal itu tidak ditangggapi.” Sesudah ketujuh warga itu membuka amplop dan menghitungnya, ternyata jumlah uang itu tidak sama dengan yang disebut Hendrik Seni di depan umum. “Ini siapa yang keliru? Siapa yang keliru di sini? Apakah orang-orang yang tidak bersekolah ini salah hitung?”
Menurut Romo Domi, Pada Sabtu (5/2), saat hadir dalam pertemuan di Kantor Desa Keliwumbu, Camat Gregorius Gadi melalui Kepala Desa Keliwumbu, Gregorius Kari mengatakan bahwa camat belum butuhkan pastor. Orang yang tidak diundang tidak boleh hadir dalam pertemuan. Padahal seharusnya para pastor harus tampil mewakili 11 warga ini karena diminta. “Kami ke Ropa bukan karena dibutuhkan camat karena camat tentu tidak membutuhkan kami. kami dibutuhkan masyarakat dan kami merasa senasib dengan mereka,” katanya.
Menurutnya, dalam pertemuan itu, warga didesak menandatangani BAP namun warga menolak. “Taruh dulu uang di muka kami baru kami tandatangan.Warga juga diminta ke Aleks Mari untuk damai namun warga katakan mereka tidak ada persoalan dengan Aleks Mari. Mereka menuntut haknya dipenuhi. Hak mereka diberi maka masalah selesai.”

Kenapa Takut?
Pater Steph Tupeng Witin, SVD dari JPIC SVD Ende mengatakan, dalam kasus Ropa, adanya larangan terkait kehadiran para pastor sangat jelas menunjukan bahwa ada persoalan. Bahkan persoalan itu sangat telanjang di depan publik. “Jika proses yang dijalankan benar dan adil, kenapa Tim Sembilan mesti takut dengan para pastor? Seharusnya yang perlu dicari tahu oleh Tim Sembilan terutama Camat Gadi adalah pokok masalah yaitu ganti rugi tanah dan tanaman warga. Camat Maurole tampaknya salah meraba soal di Ropa. Kita pertanyakan kenapa uang diserahkan kepada Alex Mari? Hendrik Seni katakan pemerintah bingung serahkan uang kepada siapa. Kalau bingung kenapa serah di Alex? Solusi saat ini sederhana saja: Tim Sembilan ambil uang di Alex dan bayar kepada 11 warga. Apa sulitnya? Kenapa Pemkan Ende begitu sulit di depan Alex? Ada apa ini?”
Menurutnya, kasus ini mesti dibuka ke tengah publik karena dana itu berasal dari uang rakyat. “Permasalahan ini harus dibicarakan secara terbuka dan tidak boleh ditutup-tutupi lagi. Ini masalah publik. Jangan bilang masalah intern. Ruang ini untuk hilangkan prasangka buruk. Semua berkehendak baik membangun Ende Sare Lio Pawe.” *



Pemilik Tanah Ropa Selalu Diancam
*Pertemuan Dilanjutkan 14 April
Oleh Hiero Bokilia
Ende, Flores Pos
Jubir JPIC, Romo Domi Nong, Pr mengatakan, sejak munculnya rencana pembangunan PLTU Ropa, kehidupan ke-11 pemilik tanah tidak tenang, selalu diancam dan diteror. Meski demikian warga tetap berjuang dan para pastor akan tetap berada di belakang warga. “Saya hanya mengingatkan bahwa rintihan dan tangisan saudara-saudara saya yang menderita ini akan sekali kelak didengar oleh Tuhan. Tuhan itu maha adil. Ia tahu segala yang ada dalam isi hati mereka, isi hati bapak-bapak dan isi hati Tim Sembilan. Tuhan pasti mendengarkan tangisan orang yang sengsara walau diingkari dan ditolak. Tim Sembilan harus berikan uang yang menjadi hak mereka. Itu saja teriakan mereka dan teriakan kami para pastor. Berat apanya kalau hanya ambil uang yang katanya sudah diserahkan kepada Alex Mari dan beri kepada yang berhak.”
Romo Domi mengatakan, warga tidak pernah menolak PLTU walau tahu dari awal prosesnya tidak jelas. Mereka mengetahui bahwa proyek itu baik untuk kepentingan masyarakat. Semua pastor yang hadir juga tidak pernah bicara penolakan namun hanya berpihak pada kepentingan warga. Semua pihak mendukung PLTU mau cepat atau lambat tidak dipersoalkan. “Namun agar semuanya aman, selesaikan dulu persoalan ini. Mosalaki yang ada di Ropa juga mengatakan hal yang sama dan dari awal mosalaki katakan hak warga harus dipenuhi. Mosalaki juga berbicara menegaskan supaya hak warga diberikan. Mosalaki berkehendak baik walau dari awal dalam seluruh proses tidak dilibatkan dan diabaikan. Jika konsekuen maka mosalaki tidak akan lakukan seremoni adat joka nitu karena sejak awal tidak dilibatkan. Namun karena berkehendak baik dan tidak menghambat proses engerjaan maka mereka menerima tawaran melakukan joka nitu. Ke-11 warga juga tidak menghalangi. Hanya berdiri di lokasi masing-masing sampai hak dipenuhi. Keluarga mosalaki juga diajak oleh salah satu pihak untuk menghancurkan 11 pemilik tanah. Namun keluarga mosalaki menolak dan mengatakan orang tua tidak mendidik untuk bunuh orang, orang tua didik kita untuk baik dengan orang, menghormati hak orang.”

Pesan Uskup
Romo Domi menyampaikan pesan Uskup Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota bahwa gereja berpihak pada saudara-saudara yang dirugikan dan tetap mendukung para pastor yang berjuang bersama orang-orang yang dirugikan. Terkait keterlibatan Romo Frans Tena, Pr , Uskup Sensi meminta agar jangan sampai terjadi salah pemahaman. Selama ini dia terlibat dalam urusan PLTU Ropa walau tidak diketahuii posisinya sebagai apa. Semula dikira dia masuk dalam Tim Sembilan untuk memperjuangkan hak warga. “Di tempat ini saya mau katakan Bapak uskup sangat kecewa. Seharusnya Romo Frans tahu apa misi gereja dan mesti memperjuangkan hak mereka-mereka yang dirugikan ini.” Terkait hadiah sebuah mobil yang diberi kepada Romo Frans, hal itu tidak dipersoalkan karena mungkin orang mau berbaik hati padanya. “Tetapi yang menjadi pokok keprihatinan kami adalah mengapa Romo Frans tidak melihat penderitaan ke-11 saudara ini.”

Minta Dokumen
Advokat Verita, Valens Pogon meminta Dewan menyikapi surat Tim Sembilan dengan membalasnya secara resmi lewat surat. Dewan juga diharapkan kembali mengundang Tim Sembilan untuk hadir dalam pertemuan selanjutnya agar dapat menilai apakah mereka telah bekerja sesuai prosedir dan penugasan. Kepada lembaga Dewan, Valens meminta agar menyertakan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pertemuan nanti agar menjadi jelas. Dokumen yang dibutuhkan seperti SK Bupati terkait pembentukan Tim Sembilan, berita acara penyerahan hak, berita acara pelepasan hak, keputusan soal besaran ganti rugi, keputusan bupati tentang tim penilai tanah dan tanaman, honor untuk panitia sembilan, bukti pembayaran honor Tim Sembilan dan dokumen resmi perintah membayar. “Uang yang digunakan dalam proyek ini merupakan uang yang bersumber dari APBN dan PLN adalah BUMN maka jika ada penyalahgunaan itu merupakan delik korupsi karena menyalahgunakan wewenang.”
Valens juga mengatakan, dalam persoalan ini, sesuai aturan sebenarnya jika masih ada permasalahan maka uang yang dipersoalkan harus diamankan di Pengadilan Negeri setempat. Setelah persoalan selesai baru uangnya diambil.
Pastor Paroki Mautenda, Romo Dionisius Boleng Lewar, Pr mengatakan, dalam proyek PLTU Ropa tanah sebagai sumber hidup warga akan diambil oleh pihak PLN. “Warga kehilangan tanah untuk hidup. Maka teriakan mereka harus didengarkan. Saya minta agar kasus segera dituntaskan sebelum proyek PLTU dilanjutkan. Ia meminta agar setiap kebijakan rencana pembangunan tidak pernah boleh mengabaikan mosalaki dan pimpinan gereja untuk mengetahui persoalan yang sesungguhnya.

Pertumpahan Darah
Frans Mari mengatakan, persoalan yang sedang dihadapi saat ini merupakan persoalan serius yang menciptakan situasi rawan yang harus segera disikapi. “Dewan ikut menangis, tetapi bapa saya Tibo Migo sudah berulang kali menangis melihat penderitaan saudara-saudara pemilik tanah ini. Saya salut jika Dewan komit menyelesaikan persoalan dan saya harapkan agar secepatnya dilakukan untuk menghindari konflik berdarah. Jika tidak diselesaikan dan dibiarkan berlarut maka kami bersama keluarga dan warga akan memblokir pelaksanaan kegiatan di lokasi pembangunan PLTU sampai masalahnya selesai.”
Manajer PT PLN Wilayah Flores Bagian Barat, Saifur Rahman mengatakan, PLN sebagai pelaksana proyek sudah melaksanakan tugas sesuai prosedur. Proses pembebasan tanah di atas satu hektare harus melibatkan Tim Sembilan dan sesuai undang-undang. PLN sebagai tim teknis berkaitan dengan data-data yang diperlukan. Dana tetap tanggung jawab PLN dan sudah dilaksanakan sepenuhnya sesuai ketentuan. Soal tanah sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tim Sembilan dan PLN melaksanakan kepentingannya sesuai prosedur. PLN sudah melaksanakan dengan baik. Saat ini timbul persoalan maka diperlukan klarifikasi legkap dengan menghadirkan Tim Sembilan sehingga ke depan tidak ada masalah dalam pembangunan PLTU yang menghadirkan penerangan bagi masyarakat.
Agil Ambuwari meminta PLN memblokir dana yang ada di bank dan setelah semua permasalahan beres baru diambil untuk dibagikan kepada semua pemilik tanah. “Melihat persoalan yang ada, patut diduga PLN turut terlibat di dalamnya.”
Romo Domi Nong meminta agar selama permasalahan belum dibereskan, kegiatan di lokasi dihentikan dan tidak dilanjutkan. Namun permitaan itu tidak disetujui Manajer PLN Saifur. Menurutnya, kalau tidak dilanjutkan nanti masalah menjadi besar dan bisa-bisa pusat tahu dan proyek bisa dibatalkan. Ruben Resi berjanji akan mengundang kembali Tim Sembilan pada 14 April mendatang guna membicarakan permasalahan tanah lokasi pembangunan PLTU Ropa. *